Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Jokowi-Ma'ruf: Gagas Omnibus Law, UU Sapu Jagat untuk Investasi

Kompas.com - 27/01/2020, 06:33 WIB
Dani Prabowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

 JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam 100 hari kepimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, rencana pembentukan undang-undang Omnibus Law menjadi pembahasan sejumlah kalangan hampir setiap hari.

Rencana pembentukan RUU ini mulai tersirat ketika Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2019 lalu.

Saat itu, ia mengajak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk ikut membantu dalam proses reformasi perundang-undangan secara besar-besaran.

“Kita tidak boleh terjebak pada regulasi yang kaku, yang formalitas, yang ruwet, yang rumit, yang basa-basi, yang justru menyibukkan, yang meruwetkan masyarakat, dan pelaku usaha. Ini harus kita hentikan,” ucap Jokowi saat itu.

Selain itu, ia menambahkan, seluruh regulasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman harus dihapus. Demikian halnya regulasi yang tidak konsisten dan terkesan tumpang tindih antara yang satu dan yang lain harus diselaraskan, disederhanakan dan dipangkas.

Pada saat yang sama, Jokowi juga mengingatkan agar seluruh pihak dapat cepat tanggap dalam merespons setiap tantangan baru yang belum diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Mengenal Omnibus Law, Aturan Sapu Jagat yang Ditolak Buruh

“Kita tidak bisa membiarkan regulasi yang menjebak kita, menakut-nakuti kita, yang justru menghambat inovasi. Ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya,” ucap dia.

Setelah itu, gagasan pembentukan Omnibus Law mulai dikenalkan kepada publik. Salah satunya oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil saat menghadiri Rapat Koordinasi Kadin bidang Properti di Jakarta, pada 18 September 2019.

Investasi

Saat itu, Sofyan menyebut, pemerintah berencana menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang Omnibus Law. Salah satu isi perppu tersebut yakni mewacanakan penghapusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Sementara pada 15 Oktober 2019, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, pembahasan substansi dan proses identifikasi sejumlah aturan yang akan masuk ke dalam Omnibus Law mendekati final dan tinggal menunggu pengesahan oleh Jokowi.

Namun, hal itu tidak bisa serta merta dilakukan karena harus melalui pembahasan bersama dengan DPR terlebih dahulu.

Nantinya, setelah Omnibus Law disahkan, seluruh wewenang perizinan terkait investasi diberikan Presiden melalui peraturan presiden. Sehingga, menteri dan pemerintah daerah tidak memiliki wewenang untuk mengatur hal tersebut.

Baca juga: Mahfud Sebut Parlemen Tak Memahami Konsep Omnibus Law Secara Utuh

Sehari kemudian, giliran Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang mengenalkan konsep UU baru tersebut di hadapan para pelaku usaha dan investor asing yang hadir pada kegiatan Trade Expo 2019.

Ia menyebut, pemerintah akan menerbitkan sebuah aturan yang merelaksasi aturan lain guna menarik lebih banyak perdagangan dan investasi ke Indonesia.

“Indonesia akan mengeluarkan Omnibus Law yang merelaksasi undang-undang dan regulasi untuk investasi dan perdagangan dalam menjamin semua regulasi terharmonisasi,” kata Enggar seperti dilansir dari Antara.

Menurut dia, keberadaan UU baru itu akan merevisi 74 undang-undang terkait izin investasi, agar investasi yang masuk ke Indonesia kian meningkat.

Melalui UU itu pula, pemerintah pusat akan menata ulang wewenang menteri dan kepala daerah terkait investasi.

Penyederhanaan regulasi

Ketika Jokowi dilantik untuk periode kedua kepemimpinannya pada 20 Oktober 2019, ia kembali menyinggung soal Omnibus Law. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Jokowi lebih tegas dalam menyebutkan nama regulasi baru tersebut.

Hal itu diungkapkan ketika ia memaparkan lima hal yang akan dilakukan pemerintahan saat ini dalam kurun lima tahun ke depan.

Baca juga: Pengusaha Minta UU Omnibus Law Cepat Rampung, Mengapa?

Pada poin ketiga, Jokowi menegaskan, segala bentuk regulasi yang menghambat harus disederhanakan.

Kali ini, Jokowi mengajak DPR untuk membuat dua regulasi besar bertajuk Undang-Undang tentang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang tentang Pemberdayaan UMKM.

“Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi,” ucap mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Setelah mengumumkan nama-nama Kabinet Indonesia Maju, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyatakan bahwa Presiden memberikan amanat khusus kepada seluruh menteri.

Untuk Kemenkumham, salah satunya adalah mengegolkan peraturan perundang-undangan yang akan menjadi payung hukum pengembangan sumber daya manusia dan merampungkan konsep hukum perundangan Omnibus Law.

Guna mempercepat pembuatannya, Yasonna menyebut, akan memerintahkan jajaran di bawahnya segera menggelar rapat kerja guna menyisir mana saja regulasi yang dapat disederhanakan.

Selain itu, pihaknya juga akan bekerja sama dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Kemaanan Mahfud MD dalam penyelesaianya.

“Peraturan dan birokrasi yang lambat harus dipangkas karena itu menghambat investasi. Maka, kecepatan, ketepatan, kreativitas, dan inovasi menjadi hal penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, 23 Oktober 2019 lalu.

Baca juga: Penjelasan Mahfud MD soal Omnibus Law yang Bertujuan Mudahkan Investasi

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan sambutan disela penyerahan kompensasi secara simbolis kepada keluarga korban tindak pidana terorisme di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (13/12/2019). Pemerintah menyalurkan bantuan kompensasi kepada empat korban tindak pidana terorisme yang terjadi di Tol Kanci-Pejagan, korban di Cirebon dan satu orang korban penyerangan terorisme di Pasar Blimbing, Lamongan yang terjadi tahun 2018. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan sambutan disela penyerahan kompensasi secara simbolis kepada keluarga korban tindak pidana terorisme di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (13/12/2019). Pemerintah menyalurkan bantuan kompensasi kepada empat korban tindak pidana terorisme yang terjadi di Tol Kanci-Pejagan, korban di Cirebon dan satu orang korban penyerangan terorisme di Pasar Blimbing, Lamongan yang terjadi tahun 2018. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.
Adapun Mahfud dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, Omnibus Law diperlukan untuk menyederhanakan aturan agar memudahkan investasi asing masuk ke Tanah Air.

Menurut Mahfud, selama ini banyak aturan antar kementerian yang saling tumpang tindih. Hal itu dianggap menyulitkan investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Sebagai contoh, ada investor yang telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan di satu kementerian, namun dianggap belum memenuhi persyaratan di kementerian lainnya.

Sementara, menurut Luhut, saat ini ada investasi sebesar 123 milliar dollar AS yang terhambat masuk karena persoalan tumpang tindih aturan itu.

Di samping itu, persoalan lainnya adalah masih adanya kegemaran impor untuk memenuhi suatu barang kebutuhan.

"Ternyata di pipeline kita, investasi itu yang sudah ada, tadi saya lapor ke Presiden juga, sudah 123 miliar dollar AS. Itu yang sudah di pipe line. Ada yang sudah setahun, dua tahun, tiga tahun, tidak selesai-selesai prosesnya," ujar Luhut dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 13 November lalu.

Dalam perkembangannya, wacana penyusunan Omnibus Law tak berhenti hanya pada Cipta Lapangan Kerja dan UMKM, tetapi juga hendak mengatur tentang rencana pemindahan ibu kota, perpajakan dan keamanan laut.

Terkait pemindahan ibu kota sebelumnya juga telah disinggung Jokowi ketika menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus.

Baca juga: Ini 6 Alasan Buruh Tolak RUU Omnibus Law

Sedangkan soal perpajakan, hal itu diungkapkan pertama kali oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan paparan di acara KOMPAS100 CEO Forum di Jakarta pada 28 November 2019.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, inti dari omnibus law perpajakan adalah merevisi beberapa undang-undang menjadi satu sekaligus, yaitu undang-undang mengenai Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dan undang-undang mengenai kepabeanan.

"Kita menggunakan omnibus law dalam rangka membuat rezim perpajakan kita sesuai dengan prioritas pemerintah dalam transformasi ekonomi dan mengantisipasi perubahan terutama digital ekonomi," jelas Sri Mulyani

Ada enam poin yang akan menjadi fokus Omnibus Law Perpajakan, yaitu penurunan pajak penghasilan badan dan bunga denda pajak untuk menarik investasi; implementasi sistem teritorial, di mana penghasilan perusahaan dividen luar negeri dibebaskan pajak asal berinvestasi di Indonesia; dan untuk subjek pajak pribadi untuk orang Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari bisa jadi subjek pajak luar negeri.

Begitu juga untuk yang orang luar negeri tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, pembayaran PPh di dalam negeri hanya untuk pendapatan yang berasal dari Indonesia saja.

Kemudian, untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, pemerintah mengatur ulang sanksi dan bunga denda.

Tadinya bunga denda pembayaran pajak sebesar 2 persen untuk 24 bulan. Sementara di dalam Omnibus Law bunga denda sebesar bunga yang berlaku di pasar.

Baca juga: Aturan Upah Per Jam Masuk RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Selanjutnya, menerapkan pajak elektronik dibuat sama dengan sistem perpajakan biasa. Untuk perusahaan digital luar negeri yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia tetap dipungut pajaknya.

Sejumlah pengunjuk rasa dari sejumlah organisasi buruh melakukan aksi damai menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di Taman Pandang Istana, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (15/1/2020). Mereka menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja karena dinilai tidak berpihak kepada buruh, akan mempermudah PHK, menghilangkan pesangon, rentan diskriminasi, serta penghapusan pidana ketenagakerjaan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
  *** Local Caption *** 
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA Sejumlah pengunjuk rasa dari sejumlah organisasi buruh melakukan aksi damai menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di Taman Pandang Istana, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (15/1/2020). Mereka menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja karena dinilai tidak berpihak kepada buruh, akan mempermudah PHK, menghilangkan pesangon, rentan diskriminasi, serta penghapusan pidana ketenagakerjaan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp. *** Local Caption ***
Pemerintah juga menunjuk perusahaan-perusahaan digital untuk memungut pajak dari pengguna layanannya.

Terakhir, memasukkan seluruh insentif pajak dalam satu klaster, yaitu tax holiday, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus, dan sebagainya.

Adapun gagasan Omnibus Law Keamanan Laut pertama kali disampaikan Mahfud. Menurut dia, ada 17 UU yang mengatur dan memberi kewenangan secara berbeda dalam beberapa proses terkait kelautan, terutama investasi.

"Sehingga penanganan di laut itu proses-proses investasi, perdagangan, bongkar muat lama sekali, karena ada minimal tujuh (pihak berwenang) yang memeriksa," kata Mahfud.

Sementara itu, menurut Luhut, keberadaan Omnibus Law Keamanan Laut juga akan turut memperkuat keberadaan Badan Keamanan Laut dalam menjaga wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, yang dalam beberapa waktu terakhir sempat memanas akibat adanya persoalan dengan China di perairan Natuna.

Sedangkan, di dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ada sejumlah aturan yang akan direlaksasi seperti pergantian upah minimum dengan upah per jam, izin pendiran usaha yang dipermudah, serta penerapan regulasi administratif dan bukannya pidana terhadap pengusaha nakal.

Ditentang buruh

Namun, penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja justru dipersoalkan oleh kelompok buruh.

Mereka menilai, klausul dalam RUU ini banyak merugikan. Mulai dari perubahan sistem penggajian, hilangnya pesangon dan digantikan dengan tunjangan PHK, pasar kerja buruh kontrak atau outsourcing diperluas, lapangan kerja yang dipenuhi tenaga kerja asing unskill, jaminan sosial yang hilang, serta dihapusnya pidana bagi pengusaha nakal.

Baca juga: Baleg: 2 Bulan Pun Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Bisa Selesai, asal...

Belakangan, pada saat pengajuan RUU ke DPR, pemerintah memasukkan empat RUU Omnibus Law, yaitu RUU tentang Ibu Kota Negara, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, serta RUU tentang Kefarmasian. RUU yang terakhir namanya baru muncul saat disahkan di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Sedangkan, dua RUU lain yang sebelumnya sempat muncul yakni UMKM dan keamanan laut tidak masuk ke dalam usulan yang disampaikan pemerintah.

Nantinya, keempat RUU ini akan dibahas bersama 46 RUU lainnya antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Nasional
Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Nasional
Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
'Amicus Curiae' Megawati

"Amicus Curiae" Megawati

Nasional
Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com