JAKARTA, KOMPAS.com - Kantor Staf Presiden (KSP) kini memiliki wajah baru. Lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2019 tentang KSP, lembaga yang dipimpin Jenderal TNI (Purn) Moeldoko itu diberikan wewenang baru oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam payung hukum yang lama, yakni Perpres Nomor 26 Tahun 2015, KSP hanya diberikan wewenang secara umum untuk memastikan program prioritas nasional (PSN) dilaksanakan sesuai visi dan misi Presiden.
Selain itu, KSP juga diberikan wewenang menyelesaikan masalah pada PSN yang mengalami hambatan, melakukan pemantauan terhadap program itu, hingga pengelolaan isu strategis dan pengelolaan strategi komunikasi politik.
Baca juga: Moeldoko: Kalau Ada Menteri yang Mulai Belok, Saya Akan Kencang
Namun melalui Perpres 83/2019, Presiden Jokowi menambahkan fungsi spesifik, yakni mengendalikan PSN untuk memastikan program tersebut dilaksanakan sesuai visi dan misi Presiden.
KSP juga diberikan fungsi mendukung percepatan pelaksanaan PSN dengan menyelesaikan hambatan teknis di dalamnya secara komprehensif.
Dalam wawancara khusus dengan tim Kompas.com, beberapa waktu lalu, Moeldoko menyebut wewenang baru ini sebagai delivery unit.
"Jadi kami meyakinkan Presiden bahwa semua keinginan Presiden disampaikan kepada para menteri secara bagus," ujar Moeldoko.
"Apabila ada bottleneck, kami yang beresin di lapangan. Jadi tidak sekadar sent ya seperti dulu. Tapi memastikan keinginan Presiden ter-delivery, dijalankan," kata dia.
Baca juga: KSP Siap Tampung Relawan dan Kader Parpol, Moeldoko: Kami Pilih yang Profesional
Dalam kata lain, KSP menjadi 'pelecut' bagi kementerian dan lembaga.
Hanya saja, mengutip pidato pertama Moeldoko di depan pegawai KSP, 6 Januari 2020, ia menolak dipersepsikan demikian.
Ia lebih memilih kalimat "kita harus menjadi mitra terbaik untuk kementerian".
Selain itu, KSP diketahui diberikan tugas menjadi pengendali strategi komunikasi di lingkungan lembaga kepresidenan.
Baca juga: VIDEO: Saat Moeldoko Terkenang Jam Tangan Richard Mille...
Sejak dilantik kembali sebagai Kepala KSP, Jumat 25 Oktober 2019, Moeldoko langsung merancang perekrutan pegawai KSP.
Sebab, KSP lama otomatis bubar mengikuti berakhirnya masa jabatan kepala negara.
Salah seorang yang turut berkecimpung dalam perancangan perekrutan itu mengatakan, hal yang dikedepankan Moeldoko hanya satu.
Moeldoko ingin seleksi dilakukan berbasis kompetensi.
Baca juga: Staf KSP Teken Pakta Integritas, Moeldoko: Yang Tak Sepakat Cari Kerjaan Lain
Mantan Panglima TNI tersebut tidak ingin kesalahan lama terulang.
Kekhawatiran itu merujuk pada eks pimpinan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Harry Prasetyo yang pernah menjabat Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di KSP.
Belakangan, Harry dicokok penyidik Kejaksaan Agung lantaran terlibat skandal korupsi ketika menjabat di Jiwasraya.
Pihak KSP mengaku kecolongan atas masuknya orang bermasalah tersebut.
"Makanya, asesmen dilakukan pihak ketiga agar netral. Hasil dari asesmen itu langsung dicek sendiri oleh Pak Moel. Oh ini bagus, masuk. Oh ini enggak, buang. Seribet itu," kata dia.
Baca juga: Eks Direktur Jiwasraya Sempat Kerja di KSP, Moeldoko Akui Kecolongan
Bahkan, informasi yang didapatkan Kompas.com menyebutkan, Moeldoko sampai menggunakan jejaring intelijennya untuk mengecek latar belakang orang per orang yang masuk ke dalam KSP.
Khususnya bagi mereka yang duduk di jabatan strategis.
Deputi IV KSP Juri Ardiantoro menambahkan, usai melalui asesmen ketat, seluruh orang yang diterima diwajibkan menandatangani pakta integritas.
"Jadi, meskipun tim asesmen sudah menilai bahwa seseorang telah memenuhi syarat dari sisi kompetensi dan pengalaman, itu belum cukup," ujar Juri saat dijumpai di kantornya, Rabu.
"Kami ini merepresentasikan wajah Istana. Makanya, orang yang bekerja di sini harus punya integritas tinggi. Oleh sebab itu kami semua harus menandatangani pakta integritas," kata dia.
Baca juga: Soal Wakil Kepala KSP, Wapres Sebut jika Ada Kebutuhan, Struktur Digemukkan
Moeldoko juga menerapkan etos kerja tinggi terhadap seluruh pegawai KSP. Ia melakukan evaluasi per enam bulan.
Dengan cara itu, setiap pegawai KSP dituntut untuk bekerja tepat dan efektif supaya tetap mendapatkan kepercayaan.
"Jadi kerja di sini punya standar tinggi. Bukan hanya soal integritas, tapi juga kompetensi dan kemampuan untuk bekerja efektif dalam waktu yang cepat. Jadi mengikuti tuntutan kerja tinggi," ujar mantan Komisioner KPU tersebut.
Baca juga: Harry Prasetyo, Tersangka Skandal Jiwasraya yang Pernah Berkantor di KSP
Meski demikian, terdapat beberapa jabatan strategis di KSP yang masih kosong.
Beberapa jabatan yang dimaksud, yakni Deputi I dan Deputi II. Bahkan, kursi wakil KSP juga belum diisi.
"Tapi tenang. Deputi I sudah ada, tinggal diisi. Deputi II ini yang masih dicari ya," ujar Moeldoko saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.
Baca juga: Jokowi Terbitkan Perpres Soal Wakil Kepala KSP, PKS: Hati-hati Gunakan Hak
Sementara, soal kosongnya kursi wakil KSP, Moeldoko enggan berbicara banyak.
Saat ditanya apakah ada tarik menarik dengan kelompok politik lain terkait kosongnya kursi wakil KSP ini, Moeldoko tidak menjawab.
Ia hanya mengatakan, "Wakil KSP belum, belum tahu".
Baca juga: Jokowi Diminta Jelaskan Alasan Keberadaan Wakil Kepala KSP
Sebelumnya, sempat santer dua nama yang akan diangkat sebagai wakil KSP, yakni Juri Ardiantoro dan Andi Widjajanto.
Namun, rupanya Juri malah ditempatkan sebagai Deputi IV. Sementara Andi, hingga saat ini belum ada tanda-tanda disetujui oleh Istana Kepresidenan.
Dengan demikian, hanya terdapat tiga deputi, yakni Deputi III Denni Puspa Purbasari, Deputi IV Juri Ardiantoro dan Deputi V Jaleswari Pramodhawardani.
Baca juga: Jadi Pro Kontra, Apa Tugas Wakil Kepala KSP?
Nama lama, misalnya Ali Mochtar Ngabalin, kembali dipercaya sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP.
Selain itu, eks Staf Khusus Presiden Siti Ruhaini menjabat sebagai salah satu tenaga ahli KSP.
Salah satu isu yang juga menarik pada KSP baru ini adalah persepsi publik yang sempat berembus bahwa KSP bakal menjadi tempat penampungan kader parpol dan relawan.
Lantas, benarkah demikian?
Juri Ardiantoro membantah persepsi itu.
Baca juga: Siap Tampung Relawan dan Kader Parpol, KSP Cari yang Paten
"Karena pada prinsipnya, yang bekerja di sini, tenaga-tenaga profesional itu, adalah orang-orang yang berasal dari mana saja. Termasuk relawan dan parpol," ujar Juri.
"Tapi standar utama, ukuran utama untuk bekerja di sini, bukan itu. Sumbernya bisa dari mana saja. Yang penting standardnya tadi, dia punya integritas dan kompetensi yang dibutuhkan yang diukur melalui proses asesmen ketat," kata dia.
Baca juga: KSP Siap Tampung Relawan dan Kader Parpol, Moeldoko: Kami Pilih yang Profesional
Meski tidak menyebut rinci, nyatanya hanya sekitar 30 persen dari seluruh pegawai KSP yang berlatar belakang parpol dan relawan.
Salah satu informasi yang Kompas.com dapatkan, beberapa partai politik yang tak lolos ambang batas parlemen mengajukan sejumlah nama kadernya untuk masuk ke KSP.
Ada yang mengajukan lima orang, ada pula yang enam orang. Namun, seluruhnya tak lolos proses asesmen.
Baca juga: Jadi Pro Kontra, Apa Tugas Wakil Kepala KSP?
Meski demikian, Juri tidak mau berbicara spesifik mengenai informasi itu.
"Pokoknya banyak yang ditolaklah dari parpol dan relawan. Ya itu karena kompetensinya tidak masuk, itu saja," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.