Adanya fatwa MA dinilai tidak lazim.
"Persoalannya, MA bukan mengeluarkan fatwa, tapi hanya menjelaskan putusannya (putusan MA sebelumnya). MA seperti aktif mengawal putusannya," ujar Titi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
"Itu sebenarnya juga tidak lazim. Semestinya (MA) ya berhenti di putusan saja. Sebab penjelasan MA sudah ada di putusannya," tambah Titi.
Titi mengatakan, fatwa MA seolah memberikan penjelasan terkait putusan MA sebelumnya.
Putusan itu merujuk kepada pertimbangan jika ada caleg meninggal dunia dan tetap mendapat suara, maka suara itu diberikan ke partai.
Baca juga: KPU Tegaskan Tak Bisa Lakukan PAW Caleg seperti Permintaan PDI-P
Kemudian, partai boleh menunjuk kader terbaiknya yang dikatakan dapat dipilih oleh partai.
Selain mengkritisi fatwa, Titi juga menilai putusan MA soal PAW memberikan celah kepada PDI Perjuangan untuk membuat penafsiran sendiri.
"Betul (memberikan celah). Jadi celah itu diberikan (agar) PDI Perjuangan ini berpegang kepada putusan MA," kata Titi.
Sebab, putusan MA yang dijadikan rujukan oleh PDI Perjuangan ditafsirkan agar KPU mengubah surat keputusan (SK) penetapan caleg DPR RI terpilih.
MA berikan penjelasan dan bantah adanya fatwa
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro memberikan penjelasan tentang putusan uji materi terhadap aturan pergantian antarwaktu anggota DPR RI yang diajukan PDI Perjuangan.
Baca juga: Komisioner KPU Tahu Disadap KPK Sejak 2019
Andi mengungkapkan, mulanya DPP PDIP mengajukan uji materi pasal 54 ayat (5) huruf k dan l juncto pasal 55 ayat (3) PKPU Nomor 3 Tahun 2019 pada 8 Juli 2019.
Kemudian, MA memutus perkara tersebut pada 19 Juli 2019.
"MA dalam putusannya mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, " ujar Andi ketika dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (12/1/2020).
Menurut Andi, pertimbangan putusan MA itu adalah bahwa perolehan suara caleg yang meninggal dunia dan memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan anggota DPR dan DPRD, adalah menjadi kewenangan diskresi dari pimpinan partai.
"Untuk menentukan kader terbaik yang akan menggantikan caleg yang meninggal dunia tersebut sebagai anggota legislatif," tutur Andi.
Baca juga: KPU Siap Sampaikan Keterangan ke Presiden soal Pengunduran Diri Wahyu Setiawan
Namun, MA juga mengingatkan bahwa pertimbangan ini harus memperhatikan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
"Dan (mempertimbangkan) asas-asas umum pemerintahan yang baik, yang diterapkan secara ketat, terukur dan dapat dipertanggungjawbkan secar moral dan hukum, " ungkap Andi.
Hal ini menurutnya bertujuan menguatkan kaderisasi di internal partai.
"Agar tercapainya tujuan untuk meningkatkan kualitas keberadaan suatu partai politik dan penguatan kaderisasi partai," lanjutnya menegaskan.
Andi menuturkan, putusan MA tersebut diputus oleh majelis makim Dr. H. Supandi sebagai Ketua Majelis, Dr. Yosran dan Is Sudaryono masing-masing sebagai Hakim Anggota.
Dalam kesempatan yang sama, Andi memberikan tanggapan atas kritikan sejumlah pihak terkait adanya fatwa perihal putusan uji materi PKPU Nomor 3 Tahun 2019.
Andi membantah jika adanya fatwa memberikan pengaruh dalam kasus suap mantan Baca juga: Jawab Sindiran Johan Budi soal OTT Komisioner, Ketua KPU: Kalau Terlibat Harus DitangkapKomisioner KPU, Wahyu Setiawan.
"Jadi MA di sini hanya menjalankan fungsinya sesuai kewenangannya menurut Undang-undang (UU) MA. Adalah tidak tepat kalau dikatakan MA punya andil terjadinya penyuapan kepada (mantan) Komisioner KPU," ujar Andi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.