JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menegaskan, kasus dugaan suap yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan bukan tindakan KPU secara kolektif kolegial.
Ia mengatakan, suap terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 itu tidak dilakukan secara institusional KPU.
"Secara institusional, secara kolektif kolegial, KPU tidak terlibat di dalam persoalan ini," kata Pramono di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Oleh karena hal tersebut, menurut Pramono, KPU punya tugas besar untuk meyakinkan publik bahwa kasus ini tak melibatkan KPU secara kolektif.
Baca juga: KPU: Permintaan PAW Seharusnya Diajukan Ketua DPR, Bukan Partai
Sebab, hingga saat ini, masih banyak yang salah paham dengan menduga bahwa kasus ini melibatkan jajaran KPU lainnya selain Wahyu Setiawan.
"Kan kesalahpahaman ini di publik masih banyak yang menganggap, wah ini nggak mungkin Wahyu (Setiawan) sendirian, pasti melibatkan yang lain," ujar Pramono.
Ia juga mengatakan, sejak awal PDI Perjuangan meminta KPU menetapkan calegnya, Harun Masiku, sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia, KPU telah menolak hal itu.
Ketika PDI-P meminta KPU menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) pun, KPU lagi-lagi menolak.
Perkara ada pihak yang berupaya memperjualbelikan kursi anggota DPR melalui proses PAW, kata Pramono, hal itu di luar kewenangan kolektif kolegial KPU.
"Persoalan kalau di luara ada makelar-makelar tentu kita tidak berkepentingan soal itu. Dan ruang yang dimiliki KPU untuk bermain-main sebenarnya tidak ada," ujar dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan politisi PDI Perjuangan Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Wakil Ketua KPK Pintauli Siregar mengatakan, Harun Masiku diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
Baca juga: Geledah KPU, KPK Amankan Dokumen Terkait Suap Wahyu Setiawan
Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-Perjuangan mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI.
Nazarudin diketahui meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.