Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Lamanya Proses Penggeledahan KPK Bisa Hilangkan Barang Bukti

Kompas.com - 14/01/2020, 09:28 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyayangkan lamanya proses penggeledahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sejumlah tempat yang diduga berkaitan dengan kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Politisi PDI Perjuangan Harun Masiku.

Menurut Feri, jika penggeledahan dilakukan jauh hari setelah penetapan tersangka, ada kemungkinan barang bukti menjadi hilang.

"Proses yang lama ini tentu akan menghilangkan barang bukti," kata Feri kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020).

Tidak ditemukannya barang bukti, kata Feri, akan memberikan dampak yang lebih jauh lagi.

Baca juga: Penggeledahan Disebut Terlambat, KPK Tak Khawatir Barang Bukti Hilang

Bukan tidak mungkin, kejahatan yang semula disangkakan menjadi tidak terbukti. Apalagi, menurut Feri, tidak mudah untuk membuktikan kasus pidana korupsi.

"Bukankah kejahatan extraordinary juga (seharusnya) diberantas dengan penanganan yang extraordinary? Termasuk soal waktu," ujar Feri.

Feri menilai, lamanya proses penggeledahan penyidik KPK ini merupakan dampak dari berjenjangnya proses penanganan perkara di lembaga antirasuah itu.

Sebab, seperti diketahui, sejak berlakunya Undang-undang KPK hasil revisi, proses penggeledahan harus melalui izin dari Dewan Pengawas KPK.

Baca juga: Geledah KPU, KPK Amankan Dokumen Terkait Suap Wahyu Setiawan

Namun, kata Feri, alih-alih mempermudah dan mempercepat perizinan, Dewan Pengawas justru memperumit proses dan terkesan sebagai penghambat.

"Makanya proses izin ini adalah tipu daya hukum para politisi Indonesia," kata Feri.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

Wahyu diduga menerima suap dari Politisi PDI-Perjuangan Harun Masiku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Baca juga: UU Baru Dinilai Hambat KPK Geledah Kantor PDI-P, Ini Tanggapan Istana

Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.

Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Sementara Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap.

Dikutip dari Kompas.id, Dewan Pengawas KPK telah menerbitkan izin penggeledahan dan penyitaan terkait kasus ini.

Baca juga: KPK Lambat Geledah DPP PDI-P, PKS: Pemberantasan Korupsi Birokratis dan Memble

Berbekal izin itu, minggu ini, tim penyidik KPK akan memulai proses penggeledahan di sejumlah tempat.

Mengenai lokasi mana saja yang akan digeledah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri belum dapat menyampaikan

"Info spesifik lokasi belum dapat kami sampaikan saat ini karena terkait penanganan KPK yang berjalan," kata Ali saat dihubungi, Sabtu (11/1/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com