JAKARTA, KOMPAS.com - Satu lagi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terendus melakukan korupsi dengan jumlah yang fantastis.
Adalah PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Persero, perusahaan asuransi sosial dan pembayaran pensiunan bagi prajurit TNI, Polri, hingga PNS.
Perusahaan tersebut didirikan pada 1 Agustus 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1971.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pertama kali menyebutkan terkait hal tersebut.
Baca juga: Danhil: Prabowo Tak Ingin Prajurit TNI Dirugikan akibat Kasus Asabri
Ia mengaku mendengar adanya isu dugaan korupsi di perusahaan asuransi milik negara itu.
"Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya, di atas Rp 10 triliun," ujar Mahfud kepada awak media di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Modus sama dengan Jiwasraya
Mahfud mengatakan, dirinya telah mengecek hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan bahwa korupsi di Asabri ada dan besar.
Bahkan modus operandinya sama dengan korupsi di perusahaan asuransi Jiwasraya yang juga belakangan terkuak.
"Tapi sekarang sedang divalidasi oleh institusi lain. BPK yang minta (validasi) karena polanya sama dengan Jiwasraya. Modus operandinya sama," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
"Bahkan mungkin ada beberapa orang yang sama. Tapi nanti lah yang penting itu dibongkar (dulu)," tambahnya.
Baca juga: Ada Kasus Asabri, Prabowo Berusaha Tenangkan Prajurit dan Pensiunan TNI
Mahfud mengatakan, jika kasus tersebut sudah ada, nantinya akan ditentukan jalur hukumnya akan dibawa ke mana dan siapa saja yang telah melakukan tindakan tersebut.
Pihaknya akan proporsional dalam menangani kasus tersebut apabila memang kasusnya terbukti sudah ada.
Apalagi jalur-jalur hukum yang akan diambil itu sudah diatur oleh undang-undang (UU).
"Mungkin nanti pengadilannya koneksitas karena ada TNI aktif, ada sipil, perusahaan swastanya juga. Nanti lah itu jalurnya, yang penting kita pastikan dulu bahwa itu ada atau tidak," kata dia.