JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman mengatakan, politisi PDI Perjuangan Harun Masiku bukan merupakan calon anggota (caleg) DPR RI terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel) I.
Sehingga, Harun Masiku saat ini tidak memiliki hak sebagai anggota DPR RI terpilih.
"Harun itu kan caleg yang ada dalam daftar caleg. Kan dia bukan calon yang terpilih. Calon terpilihnya kan yang lain. Harun perolehan suaranya peringkat ke-5, " ujar Arief di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Arief lantas mengungkapkan kondisi saat PDI-Perjuangan mengajukan uji materi Peraturan PU Nomor 3 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Perludem Nilai PDI-P dan KPU Beda Tafsiran Hukum soal PAW DPR RI
Saat MA memutuskan mengabulkan uji materi, hal ini dikirimkan ke KPU sebagai dasar meminta Harun Masiku menjadi pengganti antar-waktu untuk anggota legistatif terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.
"Putusan itu dikirim ke kami sekaligus permohonannya berdasarkan itu. Sudah kami jelaskan enggak bisa. Lalu dikirimkan ke MA, keluarlah fatwa MA. Nah itu kami sudah jawab lagi. Sebenarnya surat sebelumnya sudah konsisten (menolak)," ucap Arief.
Arief lantas disinggung apakah Wahyu Setiawan pernah memberikan pandangan berbeda dalam rapat pleno penetapan anggota DPR RI terpilih dari dapil I Sumsel.
Menurut Arief, tidak ada penyampaian pendapat berbeda dari Wahyu Setiawan.
"Seingat saya untuk kasus ini enggak ada pandangan berbeda. Sepanjang yang saya ingat tiga kali itu enggak ada yang berbeda," ucap Arief
Baca juga: Tolak Harun Masiku Jadi Anggota DPR, Ini Dasar Hukum KPU...
Sebelumnya, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, menjelaskan dasar hukum yang digunakan pihaknya dalam menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI terpilih.
Menurut Pramono, ada dua hal yang menjadi poin persoalan dalam kondisi ini.
"Ada dua, karena yang disoal kan sebenarnya Pak Nazarudin Kiemas meninggal. Meninggalnya kan sebelum pemungutan suara makanya itu terkait penetapan calon terpilih (DPR RI) kan," ujar Pramono kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Adapun penetapan calon anggota DPR RI terpilih menggunakan dasar hukum Pasal 426 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: 4 Langkah KPU Pasca-penetapan Tersangka terhadap Wahyu Setiawan
Dalam aturan ini, dijelaskan tentang penetapan penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
Bunyinya, "dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri; tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR, DPD DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota; atau terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap".
Kemudian, persoalan kedua terkait pergantian antarwaktu (PAW).
Baca juga: Hasto Kristiyanto Sebut Proses PAW di PDI-P Tak Bisa Dinegosiasi
Menurut Pramono, KPU sudah menetapkan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI.
Dalam menetapkan Riezky, KPU menggunakan dasar Pasal 242 Ayat (1) Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.
Aturan ini berbunyi, " Anggota DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (1) dan Pasal 240 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama".
Baca juga: Kasus Suap Penetapan Anggota DPR PAW, Kado Pahit KPK di HUT PDI-P
Sementara itu, lanjut Pramono, PDI-P meminta posisi Nazarudin Kiemas digantikan oleh Harun Masiku.
Dalam upayanya, PDI-P menyertakan dua hal yakni putusan Mahkamah Agung (MA) atas uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 dan fatwa MA.
Akan tetapi, kata Pramono, KPU tetap menolak permintaan PDI-P.
"Memang PKPU yang diuji, tapi kan undang-undangnya tidak berubah. Ngapain diubah, wong kami kan berpegang dengan undang-undang. Soal MA tidak ada urusannya ya," ujar Pramono.
"Itulah yang menjadi sikap kami sejak awal, walau ada putusan MA, ya kami tidak bisa. Ada fatwa MA, ya tidak bisa. Kan undang-undang enggak diubah. Kecuali ada putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pasal di undang-undang (UU MD3)," kata Pramono.
Baca juga: Begini Kronologi OTT KPK yang Menjaring Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan politisi PDI Perjuangan Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengatakan, Harun Masiku diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-Perjuangan mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI.
Baca juga: Komisioner KPU Wahyu Setiawan Tersangka KPK, Ini Konstruksi Perkaranya
Nazarudin diketahui meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Uji materi yang diajukan terkait pasal 54 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDI-P atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," ujar Lili saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2019).
Baca juga: Komisioner KPU Jadi Tersangka, KPK Diminta Telusuri Keterlibatan Pengurus PDI-P
Gugatan ini, kata Lili, kemudian dikabulkan MA pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.
"Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDI-P berkirim surat kepada KPU untuk menetapkab Harun Masiku sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas," kata Lili.
Sementara itu, saat ditelusuri dari lembaran putusan MA atas uji materi terhadap PKPU Nomor 3 Tahun 2019, PDI-Perjuangan memberi kuasa kepada Donny Tri Istiqomah dan rekannya selaku advokat PDI-Perjuangan yang berkedudukan di bawah partai tersebut sebagai kuasa hukum.
Dari putusan tersebut juga diketahui pasal yang diuji materi adalah pasal 54 ayat (5) huruf k dan l juncto Pasal 55 ayat (3) PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum, dan Pasal 92 huruf a PKPU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.