Mereka terjerat dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan semi baggage handling system (BHS) di 6 bandara yang dikelola AP II.
Kode ini diungkap oleh jaksa KPK dalam surat dakwaan Taswin Nur, teman Darman yang menjadi perantara ke Andra.
Baca juga: Saksi Mengaku Dapat Tekanan dari Eks Dirkeu AP II Terkait Pengadaan Semi BHS
Pada tanggal 24 Mei 2019, Darman menyuruh Taswin untuk memberitahukan Andra melalui sopirnya bernama Endang bahwa penyerahan uang tidak dapat dilakukan dengan mengatakan “bukunya lagi proses” dan “bukunya masih disiapkan”.
"Sehingga kemudian terdakwa (Taswin) memberitahukan Endang bahwa uang belum bisa diserahkan kepada Andra dengan mengatakan “bukunya lagi proses”," kata jaksa Ikhsan Fernandi dalam persidangan, Kamis (24/10/2019).
Di persidangan, Taswin mengakui bahwa itu merupakan kode untuk membahas persiapan uang bagi Andra yang sedang dikonversikan dari mata uang rupiah ke mata uang asing.
Saat diperiksa sebagai terdakwa, Taswin mengaku telah menyerahkan uang sebanyak 4 kali untuk Andra.
Baca juga: Eks Dirkeu AP II Disebut Keberatan soal Usulan Pembatalan Pengadaan Semi BHS dengan PT INTI
Ia mendapatkan instruksi dari Darman agar uang itu diserahkan melalui sopir Andra, Endang.
"Empat kali yang mulia. Pertama, 29 Juni 2019, penyerahan di Plaza Senayan. Jamnya sekitar jam 7 sampai jam 8 malam. Jumlah uang rupiahnya Rp 200 juta. Saya janjian ketemu di Plaza Senayan, sama Endang, sopir Andra," kata Taswin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Kedua, lanjut Taswin, pada 26 Juli 2019 malam. Ia menyerahkan uang ke Endang di Plaza Senayan sebesar 53.000 dollar Amerika Serikat.
Ketiga, pada 27 Juli 2019 di Mall Lotte Avenue Kuningan, sore hari. Taswin mengaku menyerahkan uang sebesar 18.000 dollar AS ke Endang.
Keempat, pada 31 Juli 2019, di Mall Kota Kasablanka, sebesar 96.700 dollar Singapura.
4. "Kepiting" dan "ikan"
Penggunaan kode ini dipaparkan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah, setelah KPK menangkap mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun.
Kini, Nurdin sudah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap terkait izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Kepri dan penerimaan gratifikasi.
"Selama proses penyelidikan sebelum operasi tangkap tangan dilakukan Rabu kemarin, tim KPK mencermati sejumlah penggunaan kata sandi yang kami duga merupakan kamuflase untuk menutupi transaksi yang dilakukan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan pers, Jumat (12/7/2019).
Baca juga: Gubernur Kepri Gunakan Sandi Ikan dan Kepiting Saat Terima Suap
Kata sandi yang dipakai antara lain "ikan", "kepiting", dan "daun".
"Disebut jenis 'ikan tohok' dan rencana 'penukaran ikan' di dalam komunikasi tersebut. Selain itu, terkadang digunakan kata 'daun'," papar Febri.
Febri melanjutkan, ketika penyidik KPK melakukan OTT pertama kali di Pelabuhan Sri Bintan, Tanjungpinang, salah satu pihak yang diamankan juga sempat berdalih bahwa dia tidak menerima uang. Namun, ia mengaku menerima paket berisi kepiting.
"Ketika KPK melakukan OTT awal di pelabuhan, pihak yang diamankan saat itu sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi kepiting," kata Febri.
Di pelabuhan tersebut, penyidik KPK mengamankan perantara suap dari pengusaha Kock Meng bernama Abu Bakar dan bawahan Nurdin Basirun, Budy Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri.
Baca juga: Soal Tas Bertuliskan Pemprov DKI Jakarta Berisi Uang di Rumah Nurdin Basirun, KPK Akan Dalami
Pada perkara ini, Nurdin sudah didakwa jaksa KPK menerima uang senilai Rp 45 juta dan 11.000 dollar Singapura dari pengusaha Kock Meng beserta dua rekannya bernama Johanes Kodrat dan Abu Bakar.
5. "Lima kosong-kosong"
Kode ini diungkap KPK dalam perkara Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani, tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan tahun anggaran 2019.
Selain Ahmad Yani, KPK menjerat Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar dan pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi sebagai tersangka.
Dalam proses pengadaan, pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi bersedia memberikan fee 10 persen sehingga perusahaannya terpilih memenangkan 16 paket pekerjaam senilai Rp 130 miliar itu.
Pengurusan proyek itu melalui Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar.
"Pada tanggal 31 Agustus 2019 EM (Elfin) meminta kepada ROF (Robi) agar menyiapkan uang pada hari Senin dalam pecahan dollar AS dengan istilah 'lima kosong-kosong'," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Selasa (3/9/2019).
Baca juga: Kasus Bupati Muara Enim, dari OTT hingga Sandi Lima Kosong-Kosong...
Basaria menyatakan, istilah 'lima Kosong-kosong' itu merujuk pada persiapan uang Rp 500 juta bagi Ahmad Yani yang ditukar menjadi 35.000 dollar AS.
6. "Alquran"
Kode ini muncul dalam surat dakwaan tiga pejabat Sinarmas yang menyuap empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Tengah.