JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri berharap pemerintah konsisten memperbaiki kualitas regulasi atau kebijakan dan penegakan hukum guna menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia.
Dari segi regulasi atau kebijakan, kata Ghufron, masih terjadi disharmoni.
Artinya, ada aturan atau kebijakan yang menjamin kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Di sisi lain ada pula aturan dan kebijakan yang mengancam kebebasan beragama atau berkayakinan, tapi tetap dipertahankan.
Hal itu disampaikan oleh Ghufron dalam konferensi pers peringatan Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada Sabtu (16/11/2019).
"Selain ada problem hukum yang disharmoni, regulasi semacam ini juga digunakan sebagai instrumen untuk melegitimasi tindakan melakukan praktik intoleransi," kata dia di kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Baca juga: Hari Toleransi Internasional, Negara Diharap Perkuat Jaminan Hak Beragama dan Berkeyakinan
Situasi itu dinilai Ghufron diperparah dengan minimnya ketegasan dan keadilan dalam penegakan hukum terhadap pelaku aksi intoleran, apalagi terhadap pelaku yang mengatasnamakan kepentingan kelompok mayoritas.
Di sisi lain, minimnya perlindungan terhadap para korban pelanggaran KBB juga dinilainya masih menjadi tantangan tersendiri.
"Tantangan yang perlu ditangani ke depan, selain mencabut atau merevisi peraturan perundangan, kebijakan yang membatasi kebebasan beragama dan berkeyakinan, tindakan hukum yang tegas dan adil juga penting didorong. Perlindungan terhadap korban juga menjadi faktor penting," ujar dia.
Hal ini dinilainya menjadi satu jalan guna memastikan setiap orang di masyarakat memiliki hak yang sama dalam menjalankan KBB secara bebas dan adil.
"Bebas dari diskriminasi, bentuk pemaksaan dari kelompok lain dengan alasan apa pun," ujar Ghufron.
Ghufron juga mengingatkan agar perbaikan regulasi atau kebijakan terkait KBB harus berlandaskan pada nilai hak asasi manusia.
Namun, kenyataannya, kata Ghufron, pemerintah saat ini masih mengabaikan nilai tersebut.
"Misalnya rencana pelarangan ASN di kementerian memakai pakaian tertentu yang menjadi perbincangan belakangan ini, yang dalam pandangan kita tidak hanya membatasi ekspresi keagamaan seseorang, tapi juga berisiko labelisasi orang," kata dia.
Selain itu, Ghufron juga menyoroti kebijakan portal aduan terkait praktik radikalisme yang dilakukan oleh ASN.
Baca juga: Silaturahim Generasi Muda Lintas Agama dalam Menjaga Toleransi
Ia melihat, meski portal itu sudah menentukan 11 poin yang masuk ke kategori aduan, kebijakan ini bisa disalahgunakan oleh pihak tertentu.
"Misalnya ini bisa menjadi instrumen kontrol politik terhadap ASN. Dan poin-poinnya bisa didefinisikan secara subyektif oleh si pelapor. Jadi bisa dijadikan sebagai alat pembatasan," ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Ghufron, jangan sampai regulasi atau kebijakan yang disusun justru malah membatasi KBB di Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.