Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendak Larang Eks Koruptor Maju di Pilkada, KPU Klaim Tak Langgar HAM

Kompas.com - 06/11/2019, 06:11 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) hendak melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada tahun depan.

Larangan tersebut dituangkan KPU dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.

KPU berpendapat, aturan tersebut tidak akan melanggar hak asasi seorang eks koruptor. Sebab, pada Pilpres tahun lalu pun, larangan serupa sudah ada.

"Dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi. (Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? kan tidak," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).

Baca juga: KPU: Kalau Pezina Saja Tak Boleh Maju Pilkada, Bagaimana Mungkin Eks Koruptor Dibolehkan?

Wahyu mengatakan, larangan eks koruptor "nyalon" dibuat karena pihaknya ingin Pilkada menghasilkan kepala daerah dengan jejak rekam bersih.

Sebab, tanpa adanya larangan tersebut, KPU menilai masyarakat belum mampu memilih calon pemimpin yang terbaik.

Ia menyebut, seorang pezina, pemabuk, dan pejudi saja tidak diperbolehkan "nyalon", apalagi seorang mantan napi korupsi yang daya rusak sosialnya tinggi.

"Saya tidak mengecilkan pelanggaran asusila tidak, tetapi bisa dibayangkan kalau kemudian orang yang berjudi saja terbukti bahwa dia berjudi, melanggar hukum saja tidak boleh menjadi calon, bagaimana dengan mantan korupsi. Logikanya di mana?," ujar Wahyu.

Larangan seorang pezina, pemabuk, hingga pejudi maju sebagai calon kepala daerah tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pasal 7 huruf i Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 menyebutkan, warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur, calon bupati, dan calon wali kota adalah yang tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Adapun perbuatan tercela yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, berzina, dan perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.

Sedangkan larangan eks koruptor "nyalon" diatur KPU dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.

Aturan tersebut hingga saat ini tidak diatur dalam UU Pilkada.

Baca juga: KPU Ngotot Larang Eks Koruptor Maju di Pilkada 2020

Meski begitu, KPU tetap bersikukuh mencantumkan aturan yang melarang eks koruptor maju di Pilkada 2020.

Menurut Wahyu, sekalipun nantinya aturan tersebut tidak dimuat di Undang-undang Pilkada, ada undang-undang atau aturan lainnya yang berhubungan dengan pencegahan korupsi, yang bisa menjadi landasan PKPU larangan eks koruptor "nyalon".

"Kemudian ada UU untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, itu kan juga UU, itu kan juga landasan hukum. Dalam menjalankan aturan main Pilkada, kan juga tetap berlaku UU lain yang meskipun secara tidak langsung itu mengatur KPU," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com