JAKARTA, KOMPAS.com - Tanggal 17 Oktober 2019 akan menjadi hari krusial bagi KPK. Pada tanggal itu, UU KPK hasil revisi dengan segala polemiknya mulai berlaku.
Sesuai aturan, sebuah undang-undang otomatis akan berlaku 30 hari setelah disahkan di DPR RI meskipun presiden tidak ikut menandatanganinya.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menuturkan, KPK masih sangat berharap Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan Perppu KPK.
Alasannya, UU KPK hasil revisi dinilai dapat melemahkan KPK bila sudah berlaku nanti.
"Kami berharap, masih sangat berharap, kepada Presiden untuk menunda pelaksanaan dari undang-undang ini karena banyak sekali permasalahan, ada lebih 26 kelemahan KPK," kata Laode kepada wartawan, Senin (14/7/2019).
Baca juga: Jokowi yang Tak Menjawab Saat Ditanya soal Perppu KPK...
Laode pun mengungkit sejumlah ketentuan yang dinilainya akan melemahkan KPK. Salah satu hal yang ia permasalahkan adalah fungsi dewan pengawas.
Ia mengaku tak alergi dengan keberadaan dewan pengawas. Namun, ia mempertanyakan kewenangan dewan pengawas yang ikut terlibat dalam proses hukum dengan mengeluarkan izin penyadapan.
"Itu pasti akan menjadi akan ditentang di praperadilan bagaimana bukan seorang penegak hukum bisa memberikan otorisasi tentang tindakan-tindakan hukum," ujar Laode.
Menurut Laode, fungsi dewan pengawas yang memberikan izin penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan itu nantinya akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat, siapa yang nanti akan mengawasi dewan pengawas tersebut.
"Karena dia bukan mengawasi, kerjanya adalah melakukan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh komisioner sekarang dilakukan oleh dengan pengawas," kata dia.
Baca juga: Nasib UU KPK yang Sedang Diuji Materi di MK...
Selain soal dewan pengawas, Laode juga menyinggung hilangnya kewenangan pimpinan KPK dalam hal penyidikan dan penuntutan.
"Itu tidak sesuai dengan konferensi pers yang dikatakan oleh Presiden bahwa akan memperkuat KPK," ujar Laode.
Kendati masih berharap Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK, Laode menyebut KPK pun sudah siap jika Perppu pada akhirnya tak dikeluarkan dan UU KPK hasil revisi diundangkan pada 17 Oktober 2019 mendatang.
"Kalau pun seandainya (Perppu) tidak dikeluarkan, kami akan menjalankan undang-undang yang ada dengan segala keterbatasannya," kata Laode.
Baca juga: Perppu KPK Tak Kunjung Terbit, Basaria: Kita Tunggu Sampai 17 Oktober
Menurut Ray, Jokowi kini terkontrol oleh partai-partai politik pengusungnya sehingga sulit untuk menerbitkan Perppu KPK.
"Tinggal tiga hari lagi revisi UU KPK berlaku, namun sepertinya Perppu semakin hari semakin menjauh (tidak diterbitkan). Menjadi awang-awang nasib Perppu KPK ini," ujar Ray dalam diskusi bertajuk "Wajah Baru DPR: Antara Perppu dan Amendemen" di kantor Formappi, Jakarta Timur.
Situasi politik yang menunjukkan Jokowi dikontrol kepentingan partai pengusung, sudah lama terprediksi.
"Kita bisa lihat dalam dua bulan terakhir, Presiden menjaga kepentingan koalisinya di parlemen. Misalnya menyutujui revisi UU KPK. Presiden nampaknya tidak berani melawan kepentingan partai koalisi, bahkan kita bisa lihat surat presiden pembahasan UU KPK dikirim dengan cepat ke DPR," sambung dia.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Adita Irawati mengatakan, Jokowi masih membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan keluarnya Perppu KPK.
Adita menyadari bahwa mahasiswa dari Universitas Trisakti dan sejumlah universitas lain sebelumnya memberikan deadline atau tenggat sampai Senin kemarin.
Baca juga: Laode: Kami Sangat Berharap Presiden Terbitkan Perppu Tunda UU KPK
Namun, menurut Adita, deadline tersebut tak bisa dipenuhi.
"Perppu KPK ini kan Presiden mendengarkan masukan banyak pihak. Kemudian banyak yang bertanya ini mahasiswa memberi tuntunan deadline hari ini, ya beliau kan mendengarkannya dari berbagai pihak," kata Adita saat dihubungi, Senin siang.
"Juga mempelajari lagi salinan yang dari DPR. Jadi mungkin masih merlukan waktu," lanjut dia.
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menambahkan, mahasiswa tidak bisa seenaknya memberi tenggat atau batas waktu kepada Presiden.
"Jangan main deadline. Enggak bisa dalam bentuk ancaman. Kan ini negara. Pemerintahan ini kan representasi negara. Kalau deadline terkait perppu, jangan mengancam," kata Ali.