Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Antikorupsi Sesalkan Narasi Perppu KPK Bisa Makzulkan Jokowi

Kompas.com - 06/10/2019, 14:41 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK menyesalkan narasi pihak tertentu yang mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo bisa dimakzulkan apabila menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi, lantaran dianggap inkonstitusional.

"Kami menyayangkan komentar seperti itu, karena justru itu akan membelokkan persepsi dan pemahaman publik terkait apa itu pemakzulan," kata anggota koalisi Fajri Nursyamsi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) itu menegaskan, penerbitan perppu KPK pada dasarnya sama sekali tidak akan berujung pada pemakzulan Presiden Jokowi.

Sebab, kata dia, presiden hanya bisa dimakzulkan apabila ia melakukan tindak pidana.

"Sekarang ketika presiden mengeluarkan kebijakan apakah bisa kemudian dia dinyatakan melanggar UU atau melakukan tindak pidana? Saya pikir jauh dari itu," kata Fajri.

Baca juga: Eks Ketua KPK Kaget Surya Paloh Sebut Jokowi Bisa Dimakzulkan jika Rilis Perppu KPK

Bagi Fajri, kehadiran perppu justru menjadi bentuk mekanisme koreksi yang dilakukan Presiden Jokowi selaku pemegang kekuasaan eksekutif terhadap proses revisi UU KPK yang sempat berjalan di DPR.

"Ini merupakan langkah koreksi dari seorang presiden selaku pemegang eksekutif untuk mengingatkan proses yang sedang berjalan. Dalam hal ini kami harus menyatakan pemegang kekuasaan legislatif di DPR melakukan kesalahan dalam menentukan UU," ucap Fajri.

"Karena ada agenda melemahkan KPK, kemudian prosedur secara formil bermasalah," kata dia.

Misalnya saja, lanjut Fajri, revisi UU KPK ini tak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019.

"Saya mengingatkan pembentukan UU itu direncanakan bertahun, jadi tidak ada satu RUU yang bisa dibahas tanpa melalui perencanaan di tahun tersebut," tuturnya.

Ia juga mengatakan, ada kewajiban bahwa naskah akademik dan draft RUU patut disebarluaskan dan disosialisasikan ke banyak pihak. Namun nyatanya, kewajiban ini tak dijalankan.

"Bahkan, sampai KPK sendiri juga tidak menerima draf resminya," kata dia.

Baca juga: Soal Perppu KPK, Surya Paloh: Salah-salah Presiden Bisa Di-impeach

Ketiga, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah mengamanatkan perlunya keterlibatan publik dalam proses pembentukan undang-undang.

"Kan nyatanya tidak ada proses seperti itu, bahkan cenderung diam-diam. Sudah menabrak aturan, cenderung diam-diam dan akhirnya dipaksakan," kata dia.

"Nah ini yang harus jadi perhatian Presiden dalam mengeluarkan perppu. Jadi bukan semata-mata apa yang disahkan kemudian dibatalkan. Itu juga untuk koreksi apa yang sebenarnya harus terjadi, supaya jangan jadi preseden buruk," kata dia.

Fajri menilai penerbitan perppu dalam relasi eksekutif dan legislatif merupakan mekanisme koreksi biasa yang terjadi dalam ketatanegaraan Indonesia.

Ia menilai, narasi perppu KPK inkonstitusional dan Presiden Jokowi bisa dimakzulkan justru bisa membuat Presiden Jokowi semakin gundah dan tak percaya diri dalam mengambil keputusan yang tegas.

"Setelah dinamika, setelah ada beberapa komentar dari petinggi partai politik, maupun dari lingkungan menteri di kabinet sendiri, yang menyatakan menolak, ada kegundahan sepertinya, ada ketidakpercayaan diri dari presiden," ujar dia.

"Apalagi setelah ada ancaman sangat tidak beralasan bahwa ketika perppu diterbitkan nanti dibilang inkonstitusional apalagi berakhir kepada anggapan bisa dimakzulkan. Nah ini yang harus diluruskan," tuturnya.

Baca juga: Habiburokhman: Soal Perppu KPK, Kok Bisa Presiden Dimakzulkan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com