KOMPAS.com - Demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang terjadi sejak Senin (23/9/2019) hingga Kamis (26/9/2019) mewarnai situasi politik di Tanah Air.
Adapun, aksi demonstrasi terjadi di berbagai kota di Indonesia untuk menolak sejumlah rancangan undang-undang bermasalah seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, serta penolakan terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang direvisi DPR dan pemerintah pada 17 September 2019.
Selain itu, demonstrasi juga menuntut pengesahan RUU Pengesahan Kekerasan Seksual, menolak penangkapan aktivis, penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta penyelesaian damai atas konflik dan kekerasan di Papua.
Sejumlah tuntutan telah dipenuhi. Misalnya, pemerintah dan DPR telah menunda sejumlah RUU bermasalah.
Akan tetapi, masih banyak tuntutan yang belum dipenuhi, seperti pembatalan revisi UU KPK serta pengesahan RUU PKS.
Terkait pembatalan revisi UU KPK, sikap Presiden Joko Widodo yang bimbang untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi menjadi artikel terpopuler di Kompas.com sepanjang pekan lalu, 23-28 September 2019.
Mulanya, Jokowi bersikeras untuk tidak mengeluarkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi. Padahal, Jokowi memenuhi tuntutan terkait penundaan RUU bermasalah.
"Enggak ada (penerbitan perppu)," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Saat ditanya apa yang membuatnya berbeda sikap antara RUU KPK dan RUU lainnya, Jokowi hanya menjawab singkat. "Yang satu itu (KPK) inisiatif DPR. Ini (RUU lainnya) pemerintah aktif karena memang disiapkan oleh pemerintah," ujarnya.
Selengkapnya, baca: Presiden Jokowi Tolak Tuntutan untuk Cabut UU KPK
Aksi demonstrasi kemudian semakin besar dan terjadi di sejumlah daerah. Tidak hanya itu, kekerasan yang dilakukan aparat keamanan juga menyebabkan sejumlah mahasiswa luka-luka, bahkan ada yang kondisinya kritis.
Akan tetapi, saat itu Jokowi masih berkeputusan untuk tidak mengeluarkan Perppu KPK.