JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif menyebut ada sejumlah poin dalam Undang-undang KPK hasil revisi yang dapat melemahkan penindakan di KPK.
"Jika dokumen yang kami terima via ‘hamba Allah’, (karena KPK tidak diikutkan dalam pembahasan dan belum dikirimi secara resmi oleh DPR/Pemerintah), banyak sekali norma-norma pasal yang melemahkan penindakan di KPK," kata Laode dalam keterangan tertulis, Selasa (17/9/2019).
Laode membeberkan, poin-poin tersebut antara lain dewan pengawas yang diangkat oleh presiden yang menyebabkan komisioner tak lagi menjadi pimpinan tertinggi di KPK.
Baca juga: Revisi UU KPK Disahkan, Laode Syarif Sebut Lumpuhkan Penindakan
Kemudian, akibat berlakunya UU KPK hasil revisi, Laode menyebut status kepegawaian KPK akan berubah drastis dengan beralih menjadi aparatur sipil negara.
Lalu, kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan KPK pun harus berdasarkan izin dewan pengawas.
Menurut Laode, hal-hal di atas berpotensi mengganggu independensi KPK dalam mengusut sebuah kasus korupsi.
"Masih banyak lagi detil-detil lain yang sedang kami teliti dan semuanya jelas akan memperlemah penindakan KPK," ujar dia.
Baca juga: Setara Institute: Hasil Revisi UU KPK Praktik Legislasi Terburuk
Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa siang.
Perjalanan revisi ini berjalan singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPKsebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.
Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.