Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Kejanggalan Supres Jokowi soal Revisi UU KPK, Terburu-buru hingga Tak Libatkan KPK

Kompas.com - 13/09/2019, 13:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo telah menandatangani dan mengirimkan Surat Presiden (Supres) terkait revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke DPR RI.

Dengan adanya supres ini, maka revisi UU KPK mulai dibahas di lembaga legistlatif itu.

Namun, langkah tersebut disayangkan sejumlah pihak.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun menilai, terbitnya Supres ini membuat komitmen Jokowi pada pemberantasan korupsi dipertanyakan.

Dengan terbitnya Supres ini, pemerintah setuju untuk membahas revisi UU KPK bersama DPR.

Baca juga: Jokowi Terbitkan Surpres Revisi UU KPK, Laode: Ini Preseden Buruk

Senada, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menganggap Supres Jokowi soal revisi UU KPK merupakan preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia.

Menurut dia, DPR dan pemerintah berkonspirasi untuk melucuti kewenangan KPK.

Sementara itu, Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu melihat kejanggalan dalam terbitnya Supres itu.

Dalam surat tersebut, Jokowi mengutus dua menterinya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin untuk membahas UU KPK bersama anggota dewan.

Ninik mengkritisi hanya dua menteri tersebut yang dilibatkan dalam pembahasan itu.

Baca juga: Ombudsman Nilai Ada Kejanggalan pada Surpres soal Revisi UU KPK

Bahkan, KPK tak ikut dilibatkan.

"Saya berpendapat bahwa keluarnya Supres revisi UU KPK ini menurut saya ada yang aneh. Selayaknya Supres revisi undang-undang lainnya, biasanya melibatkan kementerian/lembaga terkait," kata Ninik.

Ninik mencontohkan, untuk membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, kementerian untuk RUU Kesehatan, yang ditunjuk adalah Kementerian Kesehatan.

Tak libatkan KPK

Ninik mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi memasukkan KPK sebagai lembaga yang berkepentingan dalam revisi ini.

Ninik meminta pembahasan revisi UU KPK ini melibatkan diskusi banyak pihak dan tidak terburu-buru.

Baca juga: Surpres Revisi UU KPK Terbit, ICW Pertanyakan Komitmen Jokowi

Pegawai KPK membawa bunga dan poster untuk dibagikan kepada warga pada melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor  di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (8/9/2019). Aksi tersebut untuk menolak revisi UU KPK yang dianggap melemahkan kewenangan lembaga anti rasuah itu. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A Pegawai KPK membawa bunga dan poster untuk dibagikan kepada warga pada melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (8/9/2019). Aksi tersebut untuk menolak revisi UU KPK yang dianggap melemahkan kewenangan lembaga anti rasuah itu. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.

Menurut dia, sesuai dengan pedoman penyusunan perundangan, pembahasan ini harus mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil dan berbagai pihak yang peduli dengan isu tersebut.

“Kalau melihat kebiasaannya, harusnya Surpres ini juga memasukkan KPK sebagai institusi yang terkena langsung dengan pembahasan revisi UU KPK. Harus hati-hati, jangan sampai ada cacat prosedur,” kata Ninik.

Di sisi lain, Ninik menilai semestinya revisi UU KPK didukung data yang kuat dan tidak gegabah.

Baca juga: DPR Terima Surpres Revisi UU MD3, Jokowi Disebut Setuju Kursi MPR Jadi 10

Hal ini perlu diperhatikan guna menghindari adanya uji materi ketika revisi UU KPK itu nantinya ditetapkan.

"Karena, revisi ini menyangkut banyak aspek perubahan pada kewenangan KPK, hendaknya ada data dukung yang kuat, plus dan minus dengan kewenangan yang ada selama ini, tidak gegabah mengubah saja," kata Ninik.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menganggap presiden terlalu gegabah dengan mengeluarkan Supres tersebut.

Baca juga: Setujui Pembahasan Revisi UU KPK, Jokowi Sudah Kirim Surpres ke DPR

Kalaupun dikeluarkan di penghujung periode DPR saat ini, semestinya pembahasan juga melibatkan KPK.

“Seharusnya memang begitu, seharusnya KPK dan stakeholder yang lain harus diikutkan juga,” kata Fickar kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

Sikap pemerintah yang terburu-buru ini, kata Fickar, justru menimbulkan kesan bahwa revisi UU KPK memang ditujukan untuk melemahkan KPK.

Apalagi tanpa didahului kajian komperhensif yang melibatkan KPK dan pakar serta aktivis yang concern pada pemberantasan korupsi.

“Pembahasan ini terkesan terburu-buru, karena itu tidak keliru jika ada anggapan usulan perubahan ini dilakukan dengan niat negatif,” kata Fickar.

Kompas TV Pemerintah dan Baleg DPR menggelar sidang revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Sidang kali ini digelar tanpa proses paripurna. Menkumham Yasonna H. Laoly mengklaim surat presiden tidak perlu dengan paripurna. Saat sidang digelar, Baleg DPR menyatakan ada 7 poin yang menjadi pembahasan dalam RUU KPK. Ketujuh poin adalah kedudukann KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekausaan eksekutif, pembentukan dewas, pelaksanaan penyadapan. Poin lainnya soal mekanisme penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), Koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum yg ada sesuai hukum acara pidana, mekanisme penggeladahan dan penyitaan, dan sistem kepegawaian KPK.<br /> Selengkapnya kita simak laporan Jurnalis KompasTV Iryanda Mardanuz.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Polri Bakal Maksimalkan Pengawasan Aktivitas Impor Ilegal di Pintu Masuk

Polri Bakal Maksimalkan Pengawasan Aktivitas Impor Ilegal di Pintu Masuk

Nasional
Kemenkes Tegaskan Obat dan Alkes Pasien Gagal Ginjal Akut Masih Ditanggung BPJS

Kemenkes Tegaskan Obat dan Alkes Pasien Gagal Ginjal Akut Masih Ditanggung BPJS

Nasional
Dugaan Korupsi Cukai Rokok di Tanjung Pinang Rugikan Negara Lebih Rp 250 M

Dugaan Korupsi Cukai Rokok di Tanjung Pinang Rugikan Negara Lebih Rp 250 M

Nasional
Komisi III Bakal Soroti Kekayaan dan Isu Plagiarisme Calon Hakim Agung Triyono Martanto di Fit And Proper Test

Komisi III Bakal Soroti Kekayaan dan Isu Plagiarisme Calon Hakim Agung Triyono Martanto di Fit And Proper Test

Nasional
Singung Potensi Wisatawan, Sandiaga Harap Piala Dunia Tetap Digelar di Indonesia

Singung Potensi Wisatawan, Sandiaga Harap Piala Dunia Tetap Digelar di Indonesia

Nasional
Besok, MAKI Laporkan Kepala PPATK, Mahfud MD dan Sri Mulyani ke Bareskrim Polri

Besok, MAKI Laporkan Kepala PPATK, Mahfud MD dan Sri Mulyani ke Bareskrim Polri

Nasional
Menko Mahfud Persilakan Komnas HAM Usut Lagi Tragedi Kanjuruhan

Menko Mahfud Persilakan Komnas HAM Usut Lagi Tragedi Kanjuruhan

Nasional
Politikus Demokrat Curiga Mahfud Punya Motif Politik di Balik Laporan Transaksi Rp 349 T

Politikus Demokrat Curiga Mahfud Punya Motif Politik di Balik Laporan Transaksi Rp 349 T

Nasional
Jokowi Minta Buka-bukaan soal Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Jangan Ditutupi!

Jokowi Minta Buka-bukaan soal Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Jangan Ditutupi!

Nasional
Pro dan Kontra Partisipasi Israel di Piala Dunia U-20, Mahfud: Kita Jalani untuk Cari Jalan Keluar

Pro dan Kontra Partisipasi Israel di Piala Dunia U-20, Mahfud: Kita Jalani untuk Cari Jalan Keluar

Nasional
Wamenkumham Akan Diperiksa Terkait Laporan yang Dibuat Asprinya

Wamenkumham Akan Diperiksa Terkait Laporan yang Dibuat Asprinya

Nasional
Kampanye di Rumah Ibadah dan Politik Uang, Peserta Pemilu Siap-siap Terima Hukuman Ini

Kampanye di Rumah Ibadah dan Politik Uang, Peserta Pemilu Siap-siap Terima Hukuman Ini

Nasional
Polemik Larangan Buka Bersama, Jokowi: Ini Bukan untuk Masyarakat Umum!

Polemik Larangan Buka Bersama, Jokowi: Ini Bukan untuk Masyarakat Umum!

Nasional
Update 27 Maret 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 329 dalam Sehari, Total Capai 6.744.362

Update 27 Maret 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 329 dalam Sehari, Total Capai 6.744.362

Nasional
Kemendagri Harap Verifikasi Ulang Prima Tak Usik Tahapan Pemilu 2024

Kemendagri Harap Verifikasi Ulang Prima Tak Usik Tahapan Pemilu 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke