Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Pejabat BUMN yang Dijerat KPK...

Kompas.com - 04/09/2019, 11:27 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Dalam kasus ini, Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.

Diduga, Soetikno berperan sebagai perantara pemberian suap. 

KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar.

Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura.

Terkait pengembangan kasus TPPU, Soetikno diduga memberi uang kepada Emirsyah sebesar Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah.

Ada pula uamg sebesarn680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, serta 1,2 juta dollar Singapura untuk pelunasan Apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sementara itu, untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar AS dan 477.000 euro. 


Dorong perbaikan tata kelola BUMN

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengaku miris melihat adanya praktik suap antar perusahaan BUMN.

Ia menyorot kasus dugaan suap terhadap Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam yang juga melibatkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia.

Basaria mengatakan, praktik suap antara dua pihak yang berada di bawah naungan BUMN memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan nilai etis dalam dunia bisnis.

"Perusahaan negara yang seharusnya bisa bekerja lebih efektif dan efisien untuk keuangan negara tetapi malah menjadi bancakan hingga ke anak usahanya," kata Basaria.

Baca juga: Dirut Perkebunan Nusantara III Tersangka, KPK Ingatkan BUMN Perbaiki Tata Kelola Korporasi

Basaria pun mengimbau kepada para pejabat negara, termasuk pejabat BUMN, untuk berani menolak tawaran suap.

Menurut Basaria, hal itu merupakan salah satu cara menekan praktik korupsi di lingkungan BUMN.

"Ini yang boleh kita utamakan, ada keberanian menolak apabila seseorang dipaksa untuk memberikan bantuan. Termasuk sekarang kita sudah selalu katakan kalau ada keraguan untuk bertemu langsung dengan KPK atau tim kita, bisa hubungi 198," kata Basaria.

Untuk menekan korupsi, BUMN diminta berbenah. Salah satu cara KPK yakni dengan rencana menempatkan pegawainya di BUMN.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pegawai KPK itu akan ditempatkan pada divisi kerja bernama unit forensic accounting.

"Harapannya, selain bisa kompeten di pengawas internal, kami jaga supaya bisa jadi whistleblower kami," kata Saut.

Baca juga: Kasus Suap AP II dan PT INTI, KPK Panggil Direktur AP II

Rencana tersebut sudah disampaikan ke Menteri BUMN Rini Soemarno. Menurut Saut, Rini sebenarnya setuju dengan rencana itu.

 

Namun, Rini meminta agar pengawasan dengan model tersebut dilakukan pada BUMN yang belum berstatus terbuka di mana publik masih sulit mengakses laporan keuangannya.

KPK juga meminta BUMN memperkuat fungsi satuan pengawasan intern (SPI) dalam mencegah terjadinya korupsi. Saat ini, kinerja SPI dianggap masih lemah.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan yakni menempatkan orang-orang terbaik dan berintegritas, disediakan sumber daya yang memadai serta mereka perlu mendapatkan pengembangan kemampuan.

Selain itu, posisi SPI harus independen dan terbebas dari intervensi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com