Salin Artikel

Sederet Pejabat BUMN yang Dijerat KPK...

Penetapan Dolly sebagai tersangka bermula dari operasi tangkap tangan KPK yang dilakukan di Jakarta pada Selasa (3/9/2019).

Dalam operasi tersebut, KPK menangkap Direktur Pemasaran PT Perkebunan Nusantara III I Kadek Kertha Laksana dan beberapa pihak swasta.

Namun, Dolly tidak ikut ditangkap dalam OTT. KPK pun meminta Dolly menyerahkan diri.

Dalam kasus ini, diduga ada permintaan uang dari Dolly kepada pemilik PT Fajar Mulia Transindo, Pieko Njoto Setiadi. Perusahaan tersebut bergerak di bidang distribusi gula.

Dolly diduga menerima fee 345.000 dollar Singapura dari Pieko yang merupakan fee terkait distribusi gula.

Uang 345.000 dollar Singapura itu diantar ke Kantor PT PN III dan diserahkan ke Kadek.

Dalam OTT, KPK menangkap Kadek dan sejumlah pihak swasta, tetapi belum menemukan keberadaan Dolly dan Pieko.

Ini merupakan satu kasus melibatkan pejabat BUMN yang ditangani KPK. Meskipun sepanjang 2019 kasus pejabat BUMN masih bisa dihitung dengan jari, dampaknya bisa mencoreng nama institusi. 

Kompas.com merangkum sejumlah kasus terkait pejabat BUMN sepanjang 2019 sebagai berikut:

KPK menetapkan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka pada 23 April 2019.

Penetapan ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Dalam kasus ini, KPK juga menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

KPK juga sudah menjerat pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.

Sofyan diduga bersama-sama membantu Eni dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Proyek tersebut rencananya dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Berdasarkan kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, Sofyan Basir mendapat jatah atau fee atas proyek tersebut.

Awalnya, Eni menawarkan agar Sofyan mendapat jatah paling besar. Namun, menurut Eni, Sofyan menolak.

Sofyan meminta agar fee dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar, dibagi secara rata.

KPK menangkap lima pejabat dan pegawai BUMN dalam operasi tangkap tangan di Jakarta Selatan, pada 31 Juli 2019.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, lima orang yang ditangkap berasal dari dua BUMN yakni PT Angkasa Pura II (PT AP II) dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI).

Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam termasuk salah satunya.

Andra diduga menerima suap sebesar 96.700 dollar Singapura dari staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia, Taswin Nur.

Uang itu diduga merupakan imbalan atas jasa Andra yang mengawal proyek baggage handling system di sejumlah bandara supaya dikerjakan oleh PT INTI.

PT Angkasa Pura Propertindo (PT APP) awalnya ingin menggelar lelang proyek pengadaan BHS.

Namun, Andra justru mengarahkan PT APP untuk melakukan penjajakan dan menunjuk langsung PT INTI.

Selain itu, Andra mengarahkan negosiasi antara PT APP dan PT Inti untuk meningkatkan uang muka dari 15 persen menjadi 20 persen.

Uang muka itu ditingkatkan karena adanya kendala cashflow di PT Inti. Uang muka itu juga dibutuhkan untuk modal awal pengerjaan proyek oleh PT Inti.

KPK menangkap Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro dalam OTT di kawasan BSD City, Tangerang Selatan, pada 22 Maret 2019.

Selain Wisnu, KPK menangkap enam orang lainnya.

Transaksi terlarang ini diduga terkait suap pengadaan barang dan peralatan di PT Krakatau Steel di tahun 2019 yang masing-masing bernilai Rp 24 miliar dan Rp 2,4 miliar.

Pemberian uang itu dengan maksud agar Wisnu memberikan persetujuan pengadaan 2 unit boiler kapasitas 35 ton.

Dalam kasus ini, pihak swasta bernama Alexander Muskitta diduga menawarkan beberapa rekanan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut kepada Wisnu dan disetujui.

Alexander kemudian menunjuk PT Grand Kartech dan menyepakati commitment fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Dalam hal ini, Alexander bertindak mewakili Wisnu.

Selanjutnya, Alexander meminta Rp 50 juta kepada Kenneth Sutardja dari PT GK dan Rp 100 juta kepada Kurniawan Eddy Tjokro.


4. Direktur Utama Perum Jasa Tirta II (PJT II)

Pada Desember 2018, KPK menetapkan Direktur Utama BUMN Perum Jasa Tirta II (PJT II) Djoko Saputro sebagai tersangka kasus korupsi.

Djoko disangka menyalahgunakan kewenangan sebagai direktur utama untuk mencari keuntungan dalam pengadaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.

Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, sejak awal menjabat, Djoko memerintahkan bawahannya melakukan relokasi anggaran.

Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar.

Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan baik dari unit Iain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko kemudian memerintahkan pelaksana pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.

Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center dan PT 2001 Pangripta untuk melaksanakan proyek.

Diduga, nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta.

Hal itu hanya sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

Selain itu, pelaksanaan lelang diduga direkayasa dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara tanggal mundur.

KPK menduga telah terjadi kerugian negara sekitar Rp 3,6 miliar yang merupakan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut.

Mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai tersangka sejak Januari 2017.

Namun, KPK baru melakukan penahanan kepada keduanya pada 7 Agustus 2019.

Penahanan dilakukan setelah keduanya ditetapkan kembali sebagai tersangka. Kali ini dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.

Dari pengembangan perkara, KPK juga menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Tbk tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno.

Ketiganya diduga terlibat kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia Tbk, semasa masih menjabat di maskapai BUMN itu.

Dalam kasus ini, Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.

Diduga, Soetikno berperan sebagai perantara pemberian suap. 

KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar.

Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura.

Terkait pengembangan kasus TPPU, Soetikno diduga memberi uang kepada Emirsyah sebesar Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah.

Ada pula uamg sebesarn680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, serta 1,2 juta dollar Singapura untuk pelunasan Apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sementara itu, untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar AS dan 477.000 euro. 

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengaku miris melihat adanya praktik suap antar perusahaan BUMN.

Ia menyorot kasus dugaan suap terhadap Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam yang juga melibatkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia.

Basaria mengatakan, praktik suap antara dua pihak yang berada di bawah naungan BUMN memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan nilai etis dalam dunia bisnis.

"Perusahaan negara yang seharusnya bisa bekerja lebih efektif dan efisien untuk keuangan negara tetapi malah menjadi bancakan hingga ke anak usahanya," kata Basaria.

Basaria pun mengimbau kepada para pejabat negara, termasuk pejabat BUMN, untuk berani menolak tawaran suap.

Menurut Basaria, hal itu merupakan salah satu cara menekan praktik korupsi di lingkungan BUMN.

"Ini yang boleh kita utamakan, ada keberanian menolak apabila seseorang dipaksa untuk memberikan bantuan. Termasuk sekarang kita sudah selalu katakan kalau ada keraguan untuk bertemu langsung dengan KPK atau tim kita, bisa hubungi 198," kata Basaria.

Untuk menekan korupsi, BUMN diminta berbenah. Salah satu cara KPK yakni dengan rencana menempatkan pegawainya di BUMN.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pegawai KPK itu akan ditempatkan pada divisi kerja bernama unit forensic accounting.

"Harapannya, selain bisa kompeten di pengawas internal, kami jaga supaya bisa jadi whistleblower kami," kata Saut.

Rencana tersebut sudah disampaikan ke Menteri BUMN Rini Soemarno. Menurut Saut, Rini sebenarnya setuju dengan rencana itu.

Namun, Rini meminta agar pengawasan dengan model tersebut dilakukan pada BUMN yang belum berstatus terbuka di mana publik masih sulit mengakses laporan keuangannya.

KPK juga meminta BUMN memperkuat fungsi satuan pengawasan intern (SPI) dalam mencegah terjadinya korupsi. Saat ini, kinerja SPI dianggap masih lemah.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan yakni menempatkan orang-orang terbaik dan berintegritas, disediakan sumber daya yang memadai serta mereka perlu mendapatkan pengembangan kemampuan.

Selain itu, posisi SPI harus independen dan terbebas dari intervensi.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/11274571/sederet-pejabat-bumn-yang-dijerat-kpk

Terkini Lainnya

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke