Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Pejabat BUMN yang Dijerat KPK...

Kompas.com - 04/09/2019, 11:27 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama PT PN III Dolly Pulungan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait distribusi gula.

Penetapan Dolly sebagai tersangka bermula dari operasi tangkap tangan KPK yang dilakukan di Jakarta pada Selasa (3/9/2019).

Dalam operasi tersebut, KPK menangkap Direktur Pemasaran PT Perkebunan Nusantara III I Kadek Kertha Laksana dan beberapa pihak swasta.

Namun, Dolly tidak ikut ditangkap dalam OTT. KPK pun meminta Dolly menyerahkan diri.

Baca juga: KPK Sita Uang Ratusan Juta dalam OTT Bupati Bengkayang

Dalam kasus ini, diduga ada permintaan uang dari Dolly kepada pemilik PT Fajar Mulia Transindo, Pieko Njoto Setiadi. Perusahaan tersebut bergerak di bidang distribusi gula.

Dolly diduga menerima fee 345.000 dollar Singapura dari Pieko yang merupakan fee terkait distribusi gula.

Uang 345.000 dollar Singapura itu diantar ke Kantor PT PN III dan diserahkan ke Kadek.

Dalam OTT, KPK menangkap Kadek dan sejumlah pihak swasta, tetapi belum menemukan keberadaan Dolly dan Pieko.

Baca juga: Fakta Penetapan Dirut PT Perkebunan Nusantara III sebagai Tersangka KPK...

Ini merupakan satu kasus melibatkan pejabat BUMN yang ditangani KPK. Meskipun sepanjang 2019 kasus pejabat BUMN masih bisa dihitung dengan jari, dampaknya bisa mencoreng nama institusi. 

Kompas.com merangkum sejumlah kasus terkait pejabat BUMN sepanjang 2019 sebagai berikut:

Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 mantan Dirut PLN Sofyan Basir (kiri) mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/7/2019). Sidang beragenda mendengarkan keterangan empat orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (kiri) dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww. ANTARA FOTO/RENO Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 mantan Dirut PLN Sofyan Basir (kiri) mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/7/2019). Sidang beragenda mendengarkan keterangan empat orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (kiri) dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
1. Direktur Utama PLN Sofyan Basir

KPK menetapkan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka pada 23 April 2019.

Penetapan ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Dalam kasus ini, KPK juga menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

KPK juga sudah menjerat pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.

Sofyan diduga bersama-sama membantu Eni dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Baca juga: Jaksa KPK Hadirkan Dosen Universitas Trisakti sebagai Ahli di Sidang Sofyan Basir

Proyek tersebut rencananya dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Berdasarkan kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, Sofyan Basir mendapat jatah atau fee atas proyek tersebut.

Awalnya, Eni menawarkan agar Sofyan mendapat jatah paling besar. Namun, menurut Eni, Sofyan menolak.

Sofyan meminta agar fee dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar, dibagi secara rata.

Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019). KPK menahan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) di PT Angkasa Pura Properti, yakni Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y. Agussalam sebagai penerima suap dan Staf PT INTI Taswin Nur sebagai pemberi suap.ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019). KPK menahan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) di PT Angkasa Pura Properti, yakni Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y. Agussalam sebagai penerima suap dan Staf PT INTI Taswin Nur sebagai pemberi suap.

2. Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II

KPK menangkap lima pejabat dan pegawai BUMN dalam operasi tangkap tangan di Jakarta Selatan, pada 31 Juli 2019.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, lima orang yang ditangkap berasal dari dua BUMN yakni PT Angkasa Pura II (PT AP II) dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI).

Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam termasuk salah satunya.

Andra diduga menerima suap sebesar 96.700 dollar Singapura dari staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia, Taswin Nur.

Uang itu diduga merupakan imbalan atas jasa Andra yang mengawal proyek baggage handling system di sejumlah bandara supaya dikerjakan oleh PT INTI.

PT Angkasa Pura Propertindo (PT APP) awalnya ingin menggelar lelang proyek pengadaan BHS.

Baca juga: 5 Fakta Kasus Dugaan Suap Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II

Namun, Andra justru mengarahkan PT APP untuk melakukan penjajakan dan menunjuk langsung PT INTI.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com