Seusai tes psikologi, 40 orang tersebut menghadapi tes penilaian profil atau profile assessment.
Tes tersebut merupakan lanjutan dari tes psikologi yang lebih menggali kompetensi capim, rekam jejak, dan sebagainya.
Dari 40 orang tersebut, 20 capim dinyatakan lolos. Peserta terbanyak berasal dari anggota Polri 4 orang, kemudian akademisi/dosen sejumlah 3 orang, dan jaksa 2 orang.
Di sisi lain, satu komisioner KPK kembali tersisih, yakni Laode M Syarif. Alhasil, tersisa Alexander Marwata yang masih lanjut ke tahap selanjutnya, yaitu tes kesehatan dan uji publik serta wawancara.
Tes kesehatan tersebut dilakukan pada Senin (26/8/2019) yang berlangsung di RSPAD Gatot Soebroto.
Tes tersebut salah satunya yakni menelusuri dan mengecek penyakit-penyakit yang dinilai bisa menghambat pekerjaan sebagai seorang pimpinan.
Baca juga: Alexander Marwata Beberkan Upaya-upaya Pelemahan KPK
RSPAD Gatot Soebroto pun mengerahkan 40 dokter guna memeriksa kesehatan jasmani dan kejiwaan capim KPK dengan lengkap. Tahapan pemeriksaan terbagi menjadi dua, yakni pemeriksaan psikiatri dan psikologi.
Seusai menjalani tes kesehatan, 20 capim menghadapi uji publik dan wawancara pada 27-29 Agustus. Setiap capim diuji dengan durasi satu jam per orang.
Dalam tes tersebut, pansel pun akan menghadirkan dua ahli, yakni pakar hukum pidana Luhut Pangaribuan dan sosiolog Universitas Indonesia Meutia Gani Rachman.
Klarifikasi tudingan
Dari sejumlah tahapan seleksi, uji publik dan wawancara menjadi salah satu tahapan yang menarik.
Selain memaparkan misi dan visinya tentang pemberantasan korupsi, 20 orang terpilih juga mengklarifikasi sejumlah informasi terkait mereka yang masuk ke Pansel KPK.
Salah satu capim perwira Polri, Firli Bahuri, memakai sesi itu untuk mengklarifikasi tudingan yang dialamatkan kepadanya ketika menjabat Deputi Penindakan KPK.
Menurut Firli, ia tak terbukti melanggar etik karena kesimpulan unsur pimpinan KPK telah menyatakan tidak bersalah atas pertemuannya dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi, bahkan kasusnya tak sampai masuk Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK.
Sementara itu, berdasarkan laporan KPK, kasus Firli telah dibahas di DPP KPK Sesuai disposisi pimpinan.
Namun, kesimpulannya tak pernah diungkap kepada yang bersangkutan karena Firli telah lebih dahulu ditarik oleh Polri. Firli juga menyampaikan bantahannya soal dugaan gratifikasi pembayaran hotel.
Baca juga: 500 Pegawai KPK Tolak Irjen Firli, Pansel: Kami Fokus Rapat Hasil Wawancara
Firli mengakui menginap di hotel selama dua bulan, tetapi pembayaran dilakukan secara pribadi oleh istrinya.
Selain Firli, Kepala Biro Perawatan Personel Staf Sumber Daya Manusia (Karowatpers SSDM) Polri Sri Handayani juga mengklarifikasi terkait kepemilikan rumah mewah di Solo, Jawa Tengah.
"Di sini di dilaporkan punya rumah mewah di Lor in Residence, Adi Sumarmo, Solo. Bisa dijelaskan seberapa mewah rumah ibu dan bagaimana mendapatkannya?" tanya anggota Pansel Marcus Priyo Gunarto kepada Sri, Kamis (29/8/2019).
Menurut Sri, mewah atau tidak adalah suatu hal yang relatif sehingga ia tak bisa merincikan definisi mewah dari kondisi rumah yang ia miliki.
"Rumah yang saya dapat itu adalah kredit. Namun, perlu diketahui bapak bahwa sebelum saya masuk polisi itu saya atlet nasional dan pemegang rekor 400 gawang," ucap mantan Wakapolda Kalimantan Barat 2018 ini.
Baca juga: Irjen Firli: Tak Benar Saya Terima Gratifikasi Menginap di Hotel, Saya Punya Harga Diri
Sejak masih di tingkat pendidikan sekolah menengah pertama (SMP), Sri mengaku sudah menjadi atlet nasional dan memegang sejumlah rekor. Namun, ia tidak merinci apa saja rekornya itu.