Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Penerima Tanda Jasa dari Jokowi yang Pernah Terjerat Polemik Hukum..

Kompas.com - 16/08/2019, 19:24 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memberikan tanda kehormatan kepada sejumlah tokoh yang dianggap sudah banyak berjasa di Indonesia. Tanda kehormatan diberikan sekaligus dalam rangka memperingati HUT ke-74 RI.

Pemberian tanda jasa kehormatan ini merupakan hasil persetujuan sidang Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Dewan GTK) periode Agustus 2019.

Namun, dari 29 tokoh tersebut, terdapat beberapa nama yang sempat ramai jadi perbincangan publik karena pernah terjerat masalah. Beberapa dari mereka pernah dijerat kasus pidana, ada juga yang diduga melanggar etik.

Namun, Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Jimly Asshiddiqie memastikan, semua yang diberikan gelar penghargaan hari ini tak memiliki masalah hukum.

"Sampai detik ini semua yang diberikan gelar ini, penghargaan ini, tidak ada masalah hukum," ujar Jimly, Kamis (15/8/2019).

Apabila nantinya penerima tanda jasa terseret kasus hukum, maka penghargaannya bisa dicabut.

Berikut sejumlah penerima tanda bintang dari presiden yang pernah tersandung polemik hukum di masa lalu:

1. Hadi Poernomo (Ketua BPK periode 2009-2014)

Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo usai menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/8/2019).KOMPAS.com/ IHSANUDDIN Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo usai menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Hadi mendapatkan tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama. Penghargaan kepada Hadi menuai kontroversi, mengingat dirinya sempat terlibat perkara hukum.

Dia pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Central Asia (BCA).

Kejadian tersebut berlangsung pada tahun 2003-2004, namun baru disidik KPK pada 2014.

Hadi Poernomo diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang dalam kapasitas dia sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Ia diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan SKPN PPh BCA.

Baca juga: Kontroversi Hadi Poernomo, Penerima Bintang Mahaputra yang Pernah Jadi Tersangka KPK

Adapun nilai non-performing loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun Direktur PPh menyurati Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, Hadi memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak. Direktorat PPh tak bisa lagi memberikan tanggapan yang berbeda atas putusan Dirjen Pajak tersebut.

Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar. Uang tersebut merupakan pajak yang seharusnya diterima negara dari BCA.

Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, hingga setahun kemudian, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hadi Poernomo.

Baca juga: Dapat Bintang Mahaputra meski Pernah Jadi Tersangka KPK, Ini Kata Hadi Poernomo

Ia pun mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan Hadi. Ia pun terbebas dari status tersangka.

Dalam putusan praperadilan, hakim memutuskan bahwa penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo tidak sah. Hakim memutuskan penyidikan KPK harus dihentikan.

Namun, putusan tersebut ditentang Mahkamah Agung. Hakim MA beralasan, praperadilan telah melampaui batas wewenangnya dan dapat dikualifikasi sebagai upaya mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan KPK.

Selain itu, menurut MA, pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, seharusnya hanya menilai aspek formal, yaitu apakah ada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan tidak boleh memasuki materi perkara.

Pasca-putusan MA tersebut, KPK sempat menyatakan bahwa mereka akan menetapkan kembali Hadi sebagai tersangka. Namun, hingga beberapa kali berganti kepemimpinan, KPK tak membuka lagi kasus itu.

2. Harry Azhar Azis (Ketua BPK periode 2014-2017)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Senin (12/10/2015).Indra Akuntono/KOMPAS.com Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Senin (12/10/2015).
Harry yang juga mantan Kepala BPK pun menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama.

Meski tak tersandung kasus hukum, namun nama Harry berada di dalam dokumen Panama Papers yang pernah diungkap Koran Tempo pada Rabu (13/4/2016).

Dalam koran itu, disebutkan bahwa Harry merupakan pemilik salah satu perusahaan offshore, Sheng Yue International Limited.

Sheng Yue International Limited diduga adalah perusahaan yang didirikan di negara suaka pajak dengan tujuan menghindari pembayaran pajak dari wajib pajak kepada negara asalnya

Harry pun dilaporkan Koalisi Selamatkan BPK ke Komite Etik BPK atas dugaan pelanggaran kode etik.

Baca juga: Soal Kasus Harry Azhar, BPK Diminta Tegakkan Kode Etik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com