JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dirumuskan lebih banyak berlaku untuk KUHP Buku Dua atau yang mengatur mengenai kejahatan.
Hal tersebut disampaikan salah satu anggota Tim Perumus RKUHP, Harkristuti Harkrisnowo dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Rabu (14/8/2019).
Menurut dia, walaupun lebih banyak berlaku pada buku dua, akan tetapi apabila bicara prinsip-prinsip hukum pidana, maka prinsip yang bersifat universal tetap berlaku dan dipertahankan.
"Tapi ada tambahan berkaitan dengan pidana," kata dia.
Baca juga: KPK Sebut RKUHP Lebih Lunak Dibandingkan UU Tipikor
Ia mengatakan, ada beberapa bagian yang sangat penting dalam RKUHP yang baru ini.
Berikut adalah hal-hal penting yang baru dalam RKUHP tersebut:
1. Hakim ketika memutus perkara, harus memperhatikan tujuan pemidanaan
Dalam membuat poin tersebut, pihaknya memperhatikan tujuan-tujuan KUHP selama ini yang sudah sangat berkembang. Tidak hanya berdasarkan pandangan-pandangan dari luar, tapi juga dari hukum adat.
"Misalnya hukum pidana ditujukan untuk menyelesaikan konflik, yang harus juga mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat," kata dia.
2. Memisahkan tindakan pidana menjadi tiga kelompok
Ketiga kelompok itu adalah pidana untuk orang dewasa, anak-anak dan korporasi.
Baca juga: Pasal Living Law Dalam RKUHP Dinilai Berpotensi Munculkan Perda Diskriminatif
Khusus pemidanaan bagi korporasi, tim mendasarkan diri pada fakta bahwa saat ini korporasi belum terlalu banyak yang menjadi subjek hukum pidana. Padahal, sebuah tindak pidana bisa saja digerakkan oleh korporasi.
"Jadi kami merumuskan dan kami ambil dari berbagai perundang-undangan yang sampai saat ini masih berlaku di Indonesia," terang dia.
3. Hakim punya opsi tidak menjatuhkan pidana, namun pemberian maaf
"Jadi hakim boleh memaafkan. Kasus-kasus seperti Nenek Minah. Kasus yang mencuri bibit coklat dan lainnya itu kan terbukti secara sah dan meyakinkan tetapi apabila kepentingan hukum yang dipertaruhkan kecil dan bisa dimaafkan, maka hakim bisa tidak menjatuhkan hukuman," terang dia.
Menurut dia, hal ini merupakan satu ruang yang sangat luas yang dapat digunakan lebih bijak oleh pengadilan. Dengan demikian, tidak selalu setiap tindak pidana dijatuhi hukuman penjara.
"Dalam RKUHP itu, kami juga memberi batasan bahwa hukum pidana harus selalu diperhatikan paling akhir sehingga ada pembatasan kapan hakim diimbau, tidak dipaksa untuk tidak menjatuhkan pidana penjara," kata dia.
Baca juga: Peringatan Hari HAM dan Potensi Pelanggaran Hak Asasi dalam RKUHP
Misalnya karena pelaku di bawah umur atau di atas 70 tahun atau sudah memohon maaf. Dengan demikian, ada hal yang harus diperhatikan pengadilan sehingga tidak harus pidana penjara yang dijatuhkan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya menyampaikan bahwa Tim Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) akan segera menyerahkan draf RKUHP kepada DPR RI pada 26 Agustus 2019.
Hal tersebut disampaikan Moeldoko saat memberikan keterangan pers di Kantor Staf Presiden, Rabu.
"Tim RKUHP akan segera menyerahkan (draf) kepada DPR pada 26 Agustus. Mudah-mudahan tidak molor lagi," ujar Moeldoko.
Dengan demikian, RKUHP ini bisa disahkan sebelum masa reses DPR dilaksanakan.
Meskipun waktunya sempit, kata dia, tetapi pihaknya sudah membuat timeline untuk dapat menyelesaikannya. Termasuk berkomunikasi intensif dengan DPR.
"Nanti dari tim juga masih ada yang perlu dikonfirmasi soal substansinya sedikit. Tim akan komunikasi terus," kata dia.