Di dalam karya monumental tersebut, Yudi yang juga mantan Kepala BPIP ini mengembangkan konsepsi lima sila berdasarkan teori-teori sosial kontemporer.
Maka, sila pertama memuat konsep agama publik (public religion) dan pola hubungan agama dan negara dalam rangka toleransi kembar (twin toleration).
Melalui konsep ini, ketuhanan kita tidak berhenti pada ritus dan toleransi beragama, tetapi pengamalan agama demi kebajikan publik (public virtue).
Melalui toleransi kembar, Pancasila ingin menegaskan bahwa watak kenegaraannya, melampaui sekularisasi dan islamisasi.
Sila kedua memuat konsep Hak-hak Asasi Manusia (HAM) dan perlindungan konstitusi kita terhadapnya.
Sila ketiga memuat konsep nasionalisme kewargaan (civic nationalism) yang mempraksiskan semangat kebangsaan ke dalam etos kewargaan demokratis.
Lalu, sila keempat memuat konsep demokrasi permusyawaratan (deliberative democracy) yang menekankan kekuatan deliberasi publik dalam perumusan kebijakan politik.
Baca juga: Mengapa Pancasila Tidak Bisa Diganti?
Adapun sila kelima memuat konsep ekonomi Pancasila dan ideal Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state)
Dimensi kognitif ini harus diperkuat di dalam pedoman dan praktik penguatan Pancasila.
Sebab, Indonesia pasca-reformasi adalah Indonesia demokratis, yang masyarakatnya memiliki kritisisme juga penguasaan pengetahuan tingkat lanjut.
Kontekstualisasi lima sila ke dalam diskursus ilmiah kontemporer menjadi langkah wajib jika ideologi bangsa ini ingin bergema di ruang publik kita.
Dengan penguatan dimensi kognitif ini, Pancasila tidak akan menjadi doktrin. Pada saat bersamaan, ia bisa meluaskan cakrawala wawasan anak bangsa agar tidak terpapar radikalisme.
Baca juga: Yudi Latif: Ada yang Lebih Gawat dari Komunisme...
Pada titik inilah keluasan pengetahuan Pancasila bisa memperkuat “keyakinan normatif” masyarakat atas ideologi nasionalnya ini.
Oleh karena itu, penguatan Pancasila perlu meletakkan diri pada “semangat reformasi”. Artinya, konstruksi pengetahuan dan praktik penguatannya pun harus direformasi.
Dalam upaya reformasi ini, pemijakan pada tradisi berpikir para pendiri bangsa wajib didahulukan.
Sebab, berdasarkan khazanah kebangsaan inilah Pancasila bisa diperkuat demi demokratisasi terus-menerus menuju struktur masyarakat berkeadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.