Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babak Baru Dugaan Korupsi Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar...

Kompas.com - 08/08/2019, 12:35 WIB
Christoforus Ristianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Dalam kasus ini yang melibatkan Hadinoto, KPK merinci dugaan suap didapat para tersangka terdahulu, termasuk Emirsyah dan Soetikno, melalui empat pabrikan pesawat sepanjang 2008-2013: Rolls Royce, Airbus S.A.S, perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan pabrikan Aerospace Commercial Aircraft.

"SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi kepada ESA dan HDS (Hadinoto Soedigno) sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).

"SS diduga memberi 2,3 juta dollar AS dan 477.000 Euro yang dikirim ke rekening HDS di Singapura," kata Laode. 

Baca juga: Emirsyah Satar Akui Terima Uang, tetapi Bukan Suap

Adapun Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kasus TPPU

Kasus yang melibatkan Emirsyah dan Soetikno berlanjut ke babak baru setelah KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

KPK menetapkan keduanya jadi tersangka TPPU berdasarkan fakta-fakta baru yang signifikan. Penyidikan terhadap kasus TPPU itu pun sudah dilakukan sejak 1 Agustus 2019

"Untuk ESA, SS diduga memberi Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan 1,2 juta dollar Singapura untuk pelunasan Apartemen milik ESA di Singapura," papar Laode.

Baca juga: Kasus Suap Garuda Indonesia, KPK Cegah Eks Direktur ke Luar Negeri

 

Sementara itu, untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar AS dan 477.000 euro. 

Atas perbuatannya, Emirsyah dan Soetikno diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Fakta baru

Laode juga menyampaikan, selama proses penyidikan kasus suap Garuda, KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan Soetikno kepada Satar dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce.

"Akan tetapi, (suap), itu berasal dari pihak pabrikan lain yang juga mendapatkan kontrak dengan PT Garuda Indonesia," kata Laode.

KPK berhasil menemukan fakta ada empat kontrak lainnya yang diduga menghasilkan suap bagi Emirsyah, yakni Kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls-Royce.

Kemudian, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com