Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung dan ICW Dorong DPR Rampungkan RUU KUHAP

Kompas.com - 02/08/2019, 00:15 WIB
Christoforus Ristianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong anggota DPR segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Sebab, saat ini hukum acara pidana masih banyak yang timpang tindih karena tidak ada pembaruan.

"Kalau dalam RUU KUHAP kita dorong segera (diselesaikan) karena UU-nya sudah terlalu lampau ya dari tahun 1981. Maka dari itu, Kejaksaan Agung juga menerbitkan buku soal KUHAP supaya mempermudah anggota DPR menyelesaikan RUU supaya sistem hukumnya tidak ada yang tumpang tindih," ujar Tim Penyusun Buku "KUHAP", Yan Aswari, yang juga jaksa Kejagung di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2019).

Baca juga: Pelibatan KPK Tangani Korupsi Sektor Swasta Bisa Diatur di KUHAP

Aswari menyampaikan, ada sejumlah poin yang dijabarkan dalam buku tersebut terkait permasalahan dalam KUHAP saat ini, seperti soal penangkapan penahanan, penyitaan aset, penyidik dan penuntut umum, dan wewenang pengadilan untuk mengadili.  

Menurut dia, selama ini Kejagung sudah berperan aktif dalam mendesak DPR menyelesaikan RUU KUHAP.

Hal itu dilakukan karena kejaksaan merupakan aparat penegak hukum yang sentral dalam menghubungkan penegak hukum lainnya.

Apalagi, lanjut dia, banyak pihak yang juga belum menyadari akan adanya beberapa pasal dalam KUHAP yang telah dihapus atau diubah melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Terdapat 130 perundang-undangan yang memiliki hukum acara yang berbeda. Telah dilakukan pengkajian, ada lebih dari 1.300 pasal yang memuat aturan formil dalam 130 perundang-undangan," kata Jaksa Fungsional pada Asisten Umum Jaksa Agung RI itu.

Baca juga: Hanya Bersandar ke KUHAP, Densus Tipikor Tak Akan Lincah

Sementara itu, Koordiantor Divisi Hukum Monitoring Peradilan ICW, Tama Satrya Langkun, menuturkan, pihaknya senada dengan Kejagung bahwa ada pasal-pasal yang tidak sinkron di KUHAP.

Maka dari itu, ia meminta RUU KUHAP segera diselesaikan agar ada harmonisasi hukum pidana.

"Bahwa memang ada pasal-pasal yang enggak sinkron, perlu harmonisasi. Artinya memang harus segera RUU KUHAP selesai sebelum ada kasus tumpang tindih," ucap Tama.

Dia mencontohkan, salah satu peraturan dalam KUHAP yang belum diatur yakni terkait pidana korupsi di bidang korporasi.

Baca juga: Gugat Pasal 162 KUHAP, Yusril Tidak Ingin Jaksa Sembunyikan Saksi

 

Sejauh ini, lanjut dia, aturan pidana korupsi korporasi terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

"Dalam konteks kekosongan hukum, perma itu perlu, tetapi, ke depan kenapa pidana korupsi korporasi enggak dimasukkan saja dalam UU. Apalagi bicara soal dampak, korupsi korporasi itu besar sekali," ucap Tama. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com