Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal "Langka" untuk Sofyan Basir

Kompas.com - 25/06/2019, 09:05 WIB
Abba Gabrillin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir, menjalani persidangan perdana sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (25/6/2019).

Dalam persidangan ini ada yang berbeda dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sofyan Basir dikualifikasikan melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

Penerapan Pasal 15 UU Tipikor dan Pasal 56 ke-2 KUHP adalah hal yang langka. Sebab, pasal-pasal tersebut jarang digunakan dalam kasus-kasus yang ditangani KPK selama ini.

Pasal 15 berbunyi, "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14".

Baca juga: Jaksa Sebut Sofyan Basir Tahu Sejak Awal soal Uang untuk Golkar dan Suami Eni

Sementara, Pasal 56 KUHP mengatur tentang pemidanaan bagi seseorang yang membantu dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Menurut jaksa, Sofyan Basir telah melakukan pembantuan dalam mewujudkan tindak pidana korupsi. Dengan kata lain, sejak awal Sofyan telah mengetahui adanya rencana pemberian uang untuk Partai Golkar dan uang untuk suami Eni Maulani Saragih dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.

Meski mengetahui adanya kesepakatan suap, menurut jaksa, Sofyan bukannya mencegah, tetapi malah memfasilitasi dan membantu mewujudkan pemberian uang tersebut.

"Padahal terdakwa mengetahui Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johanes Budisutrisno Kotjo," ujar jaksa Budhi Sarumpaet.

Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan antara Eni selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR, Idrus Marham selaku Sekretaris Jenderal Partai Golkar dan Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dengan jajaran direksi PT PLN.

Hal itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1. Kesepakatan kerja sama itu antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Surat dakwaan jaksa menguraikan secara rinci kronologi perbuatan Sofyan dalam rangka membantu memfasilitasi dan mempercepat kerja sama proyek.

Tidak menerima uang

Dalam surat dakwaan, tidak ada penjelasan bahwa Sofyan telah menerima uang dari Kotjo atau pihak manapun. Namun, terdapat keterangan bahwa Eni dan Idrus Marham berencana memberikan uang kepada Sofyan setelah proyek berjalan.

Baca juga: Sofyan Basir Didakwa Membantu Transaksi Suap dalam Proyek PLTU Riau 1

Menurut jaksa, meski dalam kasus ini Sofyan tidak menerima uang secara langsung, Sofyan dapat disangka ikut menerima suap, karena membantu Eni Maulani dan Idrus Marham menerima suap Rp 4,7 miliar dari Kotjo.

Menurut jaksa, tindak pidana telah terpenuhi ketika Sofyan mengetahui adanya kesepakatan suap dan membantu mempercepat proses kerja sama proyek PLTU Riau 1.

Dianggap membingungkan

Sofyan Basir melalui pengacaranya langsung mengajukan nota keberatan atau eksepsi setelah jaksa membacakan surat dakwaan. Salah satu materi eksepsi, pengacara mempersoalkan penerapan kedua pasal baru tersebut.

Penasihat hukum menilai, pada prinsipnya kedua pasal tersebut memiliki unsur-unsur yang sama. Namun, yang membedakan adalah ancaman hukuman, di mana Pasal 15 lebih tinggi hukumannya.

Baca juga: Pengacara Sofyan Basir Keberatan Mempercepat Proyek Dianggap Kejahatan

Menurut mereka, surat dakwaan yang mencantumkan Pasal 15 UU Tipikor dan Pasal 56 ke-2 KUHP merupakan sesuatu yang berlebihan dan kabur, sehingga harus dinyatakan dakwaan batal demi hukum.

"Hal ini telah membingungkan terdakwa Sofyan Basir dan penasihat hukumnya di dalam pemahaman dugaan perbuatan pembantuan yang dituduhkan kepada terdakwa Sofyan Basir, sehingga menyulitkan dalam melakukan pembelaan," ujar pengacara Sofyan, Soesilo Aribowo.

Kompas TV Tersangka kasus suap pembangunan proyek PLTU Riau-1, yang juga direktur utama nonaktif PLN, Sofyan Basir, resmi mencabut gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.<br /> <br /> Sofyan Basir mencabut gugatan praperadilan, atas penetapannya sebagai tersangka kasus suap pembangunan PLTU Riau-1 karena memilih fokus menghadapi pokok perkara yang akan digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com