Ia menekankan, jika hal itu terjadi, ke depannya akan terjadi ketidakseimbangan poros pemerintah dan oposisi.
“Pemerintahan menjadi sangat-sangat kuat. Sementara kita butuh check and balances, salah satunya memperkuat oposisi. Oposisi paling tidak seimbang lah, atau punya posisi yang relatif hampir sama,” kata Adit saat dihubungi Rabu (12/6/2019) siang.
Partai politik yang berpindah koalisi juga dipandang Adit sebagai hal yang wajar dalam perpolitikan. Setiap partai akan berusaha mempertahankan "hidupnya" dengan menempuh jalan yang paling menguntungkan.
“Pada dasarnya setiap partai politik juga punya keinginan untuk bisa survive, dalam pengertian permasalah pembiayaan itu menjadi sangat penting bagi partai politik. Salah satu sumber yang paling mungkin mereka bisa dapat dengan mudah ya melalui proyek-proyek atau program yang ada di dalam pemerintahan,” papar Aditya.
Baca juga: Wasekjen Gerindra: Kalau Mau Keluar dari Koalisi, Kami Ucapkan Selamat Jalan
Meski demikian, lanjut dia, hal yang perlu diperhatikan adalah kesamaan sikap dan pandangan politik atau ideologi dari partai-partai ini meskipun sudah bergabung di pemerintahan.
Secara pragmatis, partai-partai ini bisa saja ada di pemerintahan, tetapi tidak secara ideologi.
“Apa artinya bergabung di dalam pemerintah tetapi sikap dan posisi politiknya juga kadang-kadang berseberangan. Jadi partai politik yang bergabung enggak bisa dikontrol disiplin dalam koalisi,” ujar Adit.
Kondisi kedua koalisi
Saat ini, koalisi Prabowo-Sandi didukung oleh 4 partai yakni Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.
Sementara, koalisi Jokowi-Ma’ruf mendapatkan sokongan dukungan dari PDI-P, Golkar, Nasdem, PPP, PBB, Hanura, dan PKPI.
Jika Demokrat dan PAN merapat ke kubu Jokowi, menurut Aditya, akan terjadi ketidakseimbangan posisi antar keduanya.
Oposisi semakin lemah ditinggalkan anggotanya, sementara pemerintah semakin kuat.
Baca juga: Fadli Zon: Tiap Parpol Punya Hak Keluar dari Koalisi
“Dalam konteks pembuatan kebijakan memang sangat mengenakkan, menguntungkan. Pemerintah jadi enggak akan terlalu sulit membutuhkan dukungan dari parpol-parpol di parlemen,” kata Adit.
Sementara, efektivitas oposisi pada pemerintahan periode 2014-2019, menurut Adit, Gerindra dan Gerindra cukup total berperan sebagai penyeimbang pemerintahan.
Namun, hal ini belum tentu akan terulang di periode 5 tahun mendatang.
“Kalau dari pengalaman kemaren PKS sama Gerindra kan lumayan totalitasnya kelihatan. Tapi apakah itu bisa bertahan kembali atau apa, itu kita enggak tahu juga. Karena pasti akan ada banyak hal ya yang bisa mengubah,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.