Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Sinyal Demokrat dan PAN untuk Koalisi Jokowi...

Kompas.com - 12/06/2019, 15:45 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pasca-Pemilihan Presiden 2019, dua partai yang tergabung dalam koalisi pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, memberikan sinyal akan "pindah gerbong".

Dua parpol tersebut adalah Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat.

Secara eksplisit bahkan ada juga yang secara terang-terangan, petinggi kedua partai ini telah memberi isyarat akan hengkang dari Koalisi Prabowo-Sandi dan bergabung dengan koalisi Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Sinyal pindah kubu

Komandan Kogasma Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) beberapa kali melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta.

Meski demikian, AHY tak secara gamblang menyebutkan bahwa partainya akan merapat ke kubu Jokowi.

Sementara itu, di internal PAN ada dua sinyal berbeda. Waketum PAN Bara Hasibuan menyebut besar kemungkinan partainya berpindah haluan demi masa depan partai 5 tahun ke depan.

Pernyataan berbeda disampaikan Sekjen PAN Eddy Soeparno yang mengatakan bahwa pernyataan Bara bersifat pribadi dan bukan mewakili partai.

Eddy tegas menyebut bahwa PAN tetap konsisten di barisan 02, setidaknya hingga proses sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi usai.

Baca juga: Aria Bima: Pertemuan AHY dengan Jokowi dan Megawati Jangan Dipersepsikan Merapatnya Demokrat...

Tanggapan kubu Jokowi-Ma’ruf

Sekjen DPP Partai Nasdem yang merupakan salah satu parpol pendukung di Kubu Jokowi, Jhonny G Plate mengatakan, Demokrat dan PAN harus memiliki kejelasan sikap politik jika akan bergabung dalam koalisi.

Adanya perlawanan terhadap pemerintah di dalam kabinet dinilainya akan membuat pemerintahan tidak berjalan efektif.

“Jangan sampai membawa visi-misi baru yang tidak sejalan atau menabrak visi-misi Jokowi-Ma'ruf, itu tentu saja tidak bisa diterima,” kata Jhonny, Senin (10/6/2019).

Baca juga: Nasdem: Sikap Demokrat-PAN Harus Jelas jika Gabung Koalisi Jokowi

Membaca sinyal

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana mengatakan, ada beberapa kemungkinan terkait sinyal akan merapatnya Demokrat dan PAN ke kubu Jokowi.

Ia menekankan, jika hal itu terjadi, ke depannya akan terjadi ketidakseimbangan poros pemerintah dan oposisi.

“Pemerintahan menjadi sangat-sangat kuat. Sementara kita butuh check and balances, salah satunya memperkuat oposisi. Oposisi paling tidak seimbang lah, atau punya posisi yang relatif hampir sama,” kata Adit saat dihubungi Rabu (12/6/2019) siang.

Partai politik yang berpindah koalisi juga dipandang Adit sebagai hal yang wajar dalam perpolitikan. Setiap partai akan berusaha mempertahankan "hidupnya" dengan menempuh jalan yang paling menguntungkan.

“Pada dasarnya setiap partai politik juga punya keinginan untuk bisa survive, dalam pengertian permasalah pembiayaan itu menjadi sangat penting bagi partai politik. Salah satu sumber yang paling mungkin mereka bisa dapat dengan mudah ya melalui proyek-proyek atau program yang ada di dalam pemerintahan,” papar Aditya.

Baca juga: Wasekjen Gerindra: Kalau Mau Keluar dari Koalisi, Kami Ucapkan Selamat Jalan

Meski demikian, lanjut dia, hal yang perlu diperhatikan adalah kesamaan sikap dan pandangan politik atau ideologi dari partai-partai ini meskipun sudah bergabung di pemerintahan.

Secara pragmatis, partai-partai ini bisa saja ada di pemerintahan, tetapi tidak secara ideologi.

“Apa artinya bergabung di dalam pemerintah tetapi sikap dan posisi politiknya juga kadang-kadang berseberangan. Jadi partai politik yang bergabung enggak bisa dikontrol disiplin dalam koalisi,” ujar Adit.

Kondisi kedua koalisi

Saat ini, koalisi Prabowo-Sandi didukung oleh 4 partai yakni Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.

Sementara, koalisi Jokowi-Ma’ruf mendapatkan sokongan dukungan dari PDI-P, Golkar, Nasdem, PPP, PBB, Hanura, dan PKPI.

Jika Demokrat dan PAN merapat ke kubu Jokowi, menurut Aditya, akan terjadi ketidakseimbangan posisi antar keduanya.

Oposisi semakin lemah ditinggalkan anggotanya, sementara pemerintah semakin kuat.

Baca juga: Fadli Zon: Tiap Parpol Punya Hak Keluar dari Koalisi

“Dalam konteks pembuatan kebijakan memang sangat mengenakkan, menguntungkan. Pemerintah jadi enggak akan terlalu sulit membutuhkan dukungan dari parpol-parpol di parlemen,” kata Adit.

Sementara, efektivitas oposisi pada pemerintahan periode 2014-2019, menurut Adit, Gerindra dan Gerindra cukup total berperan sebagai penyeimbang pemerintahan.

Namun, hal ini belum tentu akan terulang di periode 5 tahun mendatang.

“Kalau dari pengalaman kemaren PKS sama Gerindra kan lumayan totalitasnya kelihatan. Tapi apakah itu bisa bertahan kembali atau apa, itu kita enggak tahu juga. Karena pasti akan ada banyak hal ya yang bisa mengubah,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com