Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syaiful Arif
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP)

Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP), Staf Ahli MPR RI. Mantan Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017-2018). Penulis buku; (1) Islam dan Pancasila, Perspektif Maqashid Syariah Prof. KH Yudian Wahyudi, PhD (2022).  (2) Pancasila versus Khilafah (2021), (3) Pancasila, Pemikiran Bung Karno (2020), (4) Islam, Pancasila dan Deradikalisasi (2018), (5) Falsafah Kebudayaan Pancasila (2016), serta beberapa buku lain bertema kebangsaan, Islam dan kebudayaan.

Radikalisme, Kampus, dan Religiusasi Pancasila

Kompas.com - 08/06/2019, 06:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

SETARA Institute telah melansir temuan riset nasionalnya tentang wacana keagamaan yang berkembang di lingkungan pendidikan tinggi. Hasilnya, wacana yang dikembangkan oleh gerakan tarbiyah dan eks-Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) disebut mendominasi. Sebuah temuan yang tak mengejutkan dan makin mengkhawatirkan.

Riset ini dilakukan pada Februari-April 2019 di 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN), meliputi; Universitas Indonesia (UI), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Teknologi Bandung (ITB), UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Riset juga dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Mataram (Unram), dan Universitas Airlangga (Unair).

Melalui riset ini, Setara menemukan tiga wacana keagamaan yang dominan di 10 kampus tersebut. Pertama, propaganda bahwa keselamatan hidup, baik pribadi maupun bangsa, hanya bisa diraih lewat ketaatan terhadap “jalan Islam”. Jalan yang dimaksud ialah Al Quran dan hadist. Sebuah pandangan puritan yang membatasi kebijaksanaan agama ini hanya di dua sumber utama tersebut.

Kedua, propaganda bahwa Islam sedang di dalam ancaman musuh-musuhnya. Musuh yang dimaksud ialah kalangan Kristen, Zionisme, imperalisme Barat, kapitalisme, serta kaum Muslim sekular dan liberal. Ketiga, ajakan untuk melakukan perang pemikiran (ghazw al-fikr) dalam rangka melawan berbagai ancaman tersebut demi kejayaan Islam.

Baca juga: Setara Institute: Pembubaran HTI Belum Jadi Solusi Kurangi Penyebaran Radikalisme di Kampus

Dengan metode terstruktur, sistematis, dan massif, gerakan tarbiyah dan eks-HTI ini berusaha menguasai lingkungan kampus. Dimulai dari penguasaan terhadap organisasi mahasiswa intra-kampus, masjid besar kampus, mushala fakultas, hingga asrama mahasiswa. Gerakan ini sudah berjalan lama, tepatnya sejak awal dekade 1980. Saat ini, gerakan tersebut sudah mapan dengan buah kaderisasi militan dan tersebar.

Fase pembudayaan

Siapakah dua aktor gerakan kampus ini? Ia adalah Ikhwanul Muslimin (IM) Tarbiyah dan eks-HTI. Dua gerakan tersebut sudah berkecambah sejak dekade 1980, sehingga melahirkan generasi fundamentalisme baru (neo-fundamentalisme) sebagaimana diamati oleh Oliver Roy (penulis buku The Failure of Political Islam) sejak 1995. Karena menjadikan kampus sebagai sasaran gerakan, kaum Islamis ini melahirkan generasi baru fundamentalisme yang terdidik, tepatnya terdidik dalam ilmu umum tetapi awam dalam agama.

Menawarkan agama kepada mahasiswa jurusan sains, teknik, ekonomi, kedokteran, dan ilmu-ilmu duniawi lainnya; gerakan ini menjanjikan oase. Sayangnya, yang diberikan bukanlah oase yang menentramkan melainkan kobaran semangat perang melalui proses ideologisasi. Wacana agama yang diberikan bukanlah tasawuf yang mendamaikan batin dan membuka kesadaran ruhaniah, tetapi Islamisme, Islam sebagai ideologi.

Ideologi ini bermata ganda. Keluar diarahkan untuk menghancurkan musuh-musuh Islam, sebagaimana disebut Setara Institute. Ke dalam ditanamkan sebagai jalan kesalehan hidup. Bahasa zaman now-nya, hijrah. Dengan bekal kesalehan diri serta pemahaman akan musuh-musuh yang mengancam Islam. Maka, korban dari ideologisasi ini adalah orang-orang menjadi Muslim yang tertutup secara psikis serta menyimpan kebencian kepada pihak lain.

Gerakan tarbiyah (pendidikan) yang dikembangkan oleh IM Tarbiyah sudah melakukan ini sekian lama. Gerakan ini juga sudah bermetamorfosa menjadi partai politik. Demikian pula HTI. Sebagai bagian dari fase pertama gerakan mereka, yakni tahapan pembudayaan (marhalah tasqif), ideologisasi di kampus menjadi akar dari cita-cita pendirian khilafah global.

Dalam kaitan ini, HTI telah lama membudayakan pemikiran pendirinya, Taqiyudin al-Nabhani tentang kepribadian Islam (al-Syakhsiyyah al-Islamiyyah). Di dalam pikiran ini, seorang Muslim yang menerima sistem politik non-Islam (demokrasi dan negara-bangsa) dianggap telah mengalami kepribadian yang terbelah, yaitu secara akidah ia menganut Islam tetapi dalam kehidupan bermasyarakat tidak menggunakan Islam. Muslim model ini lalu dihukumi al-Nabhani sebagai orang yang murtad, keluar dari Islam.

Menerima pikiran agitatif seperti ini, bagaimana anggota halaqah HTI tidak mengalami ketakutan?

Pendekatan religius

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa memadamkan bara kebencian yang sudah disemai oleh gerakan radikal di kampus-kampus? Apalagi, persemaian ideologi ini sudah meluas ke masyarakat dan telah merusak, tidak hanya merusak rajutan persatuan umat tetapi juga tenunan kebangsaan di dalam praktik politik kita.

Dalam kaitan ini, kita memiliki harapan pada dua kebijakan yang ditelorkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pertama, pendirian kembali lembaga kenegaraan penguatan Pancasila, yakni Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Kedua, Peraturan Menristekdikti Nomor 55/2018 tentang Pendirian Unit Kegiatan Mahasiswa Pembinaan Ideologi Bangsa (UKM-PIB).

Kedua kebijakan ini harus disatukan. Artinya, BPIP harus memanfaatkan UKM-PIB untuk menguatkan kembali ideologi bangsa di lingkungan kampus.

Persoalannya, cukupkah hal ini, mengingat tantangan yang dihadapi ialah ideologi Islamis berbasis iman? Cukupkah Pancasila, yang hanya merupakan ideologi nasional besutan manusia, bisa mengimbangi Islam(isme) yang turun langsung dari Tuhan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com