Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca-putusan MK soal Pemecatan PNS Koruptor...

Kompas.com - 30/04/2019, 08:36 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Kompas TV Putusan MK yang memperkuat surat keputusan bersama Mendagri, Menpan RB dan Kepala BKN tentang percepatan pemecatan PNS yang terbukti korupsi di apresiasi banyak pihak. Namun sejauh ini masih ada seribu 124 PNS koruptor yang belum juga diberhentikan alias masih digaji oleh Negara, bagaimana mengawal putusan MK ini hingga tak ada lagi uang negara yang terbuang sia-sia untuk menggaji para koruptor? Kita bahas bersama Tama S Langkun koordinator divisi hukum dan monitoring peradilan ICW serta Robert Endi Jaweng direktur eksekutif komite pemantau pelaksanaan otonomi daerah KPPOD. #asnkoruptoe #putusanMK #Korupsi

Putusan MK Diharapkan Jadi Dorongan Percepatan Pemecatan

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi perihal hukuman bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) koruptor.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Kemenpan RB, Mudzakir, berharap putusan tersebut dapat menjadi dorongan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) melakukan pemecatan.

Baca juga: Sebanyak 800.000 Orang Tanda Tangan Petisi Pecat PNS Koruptor yang Masih Digaji

"Kami menyambut baik putusan MK karena hal tersebut kami harapkan dapat mendorong para PPK untuk tidak ragu-ragu mengambil tindakan pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH)," kata Mudzakir saat dihubungi oleh Kompas.com, Senin (29/4/2019).

Mudzakir menyebutkan, pihaknya akan terus mendorong PPK melakukan pemecatan terhadap PNS yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Nantinya, mereka akan berkoordinasi dengan Kemendagri.

Pejabat yang Tak Lakukan Pemecatan Dikenai Sanksi

PPK akan dikenakan sanksi administratif jika tidak melakukan pemecatan dengan tidak hormat (PDTH) terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang divonis korupsi dan telah memiliki keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Hal itu tertuang pada surat petunjuk Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) dengan nomor B/50/M.SM.00.00/2019.

Surat yang ditandatangani Menteri PAN-RB Syafruddin tersebut tertanggal 28 Februari 2019 dan ditujukan kepada para PPK.

Baca juga: Datangi Kemendagri, ICW Tagih Pemecatan 1.466 PNS Koruptor

Dalam surat itu, dikatakan juga bahwa batas pemecatan paling lambat 30 April 2019.

"Terhadap PPK dan PyB (Pejabat yang Bersangkutan) yang tidak melaksanakan penjatuhan PDTH, dijatuhi sanksi administratif berupa pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan sesuai Pasal 81 ayat (2) huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," demikian dikutip dari surat tersebut.

Jadi Momentum Pembuktian Komitmen Negara

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengingatkan Kemendagri dan KemenPAN-RB untuk tegas dan mempercepat pemecatan PNS koruptor.

Lalola mengingatkan, jika terus dibiarkan, anggaran negara akan tetap membengkak untuk terus membayar orang-orang yang sudah terbukti melakukan korupsi.

Baca juga: MA Diminta Proaktif Dukung Percepatan Pemecatan PNS Koruptor

Situasi ini bisa memperparah kerugian keuangan negara.

Menurut dia, dengan keberadaan putusan MK ini dijadikan menjadi momentum untuk memperlihatkan komitmen negara dalam pemberantasan korupsi.

"Jadi kalau mau lihat komitmen negara soal pemberantasan korupsi bisa dilihat dari sini," kata Lalola di kantor ICW, Minggu (28/4/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com