JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Kajian Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Litbang KPK) Dedi Hartono mengungkapkan, ada berbagai konflik kepentingan yang terjadi di sektor kelistrikan.
Hal itu disampaikan Dedi dalam diskusi Kajian Efisiensi dalam Tata Kelola Kelistrikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
"Misalkan pada periode yang lalu, ada seorang menteri yang punya konflik kepentingan untuk membangun pembangkit di daerahnya. Ada pasokan gas murah kemudian dialokasikan ke daerahnya dia. Bekerja sama dengan teman satu angkatannya di universitas," kata Dedi.
Saat itu, KPK turun langsung melakukan pencegahan.
Baca juga: KPK Hargai Keputusan PLN Nonaktifkan Sofyan Basir dari Jabatan Dirut
KPK melakukan pendekatan secara personal dengan mengundang menteri itu ke KPK. Meski demikian, Dedi tak mengungkap identitas menteri tersebut.
"Kami sampaikan, kami sudah tahu loh, Pak, seperti ini, seperti itu. Jadi ini tanpa harus mempermalukan. Kalau tetap masih jalan ya kita buka perlahan-lahan," kata dia.
Dedi mengatakan, masalah tersebut diketahui karena pihak PT PLN cukup terbuka, meski terkadang tertutup dan berujung penindakan karena terindikasi pada dugaan kejahatan korupsi.
Ia juga menyebutkan, pihak PLN pernah menyampaikan adanya dugaan intervensi dari anggota DPR terkait sektor kelistrikan. Menurut dia, dugaan intervensi ini kerap terjadi.
"Misalkan diintervensi oleh anggota DPR atau diintervensi oleh pejabat tertentu. Kalau (PLN) terbuka, kami bantu dari aspek pencegahannya. Tapi kalau tidak terbuka, ya jadi ketahuan oleh teman kami dari sisi penindakan (KPK) pasti akan mendeteksi," ujar Dedi.
Baca juga: Sofyan Basir Dinonaktifkan dari Jabatan Dirut PLN
"Misal ada anggota DPR minta dibangun pembangkit di pulau dengan tenaga surya karena bekerja sama dengan investor luar. Kami tahu, tapi ya enggak boleh, kami cegah. Banyak modus dengan berbagai macam cara," lanjut dia.
Dedi menilai, tekanan yang dihadapi internal PLN cukup banyak. Ia pun menyinggung pengembangan kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 di Provinsi Riau.
Dalam pengembangan kasus itu, KPK baru-baru ini menjerat Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
"Seperti ceritanya SFB (Sofyan) ketemu Setnov (mantan Ketua DPR Setya Novanto), intinya ketemu-ketemu cari celah di sisi proyek supaya jalan, di sisi politik jalan," kata Dedi.
Baca juga: Dirut PLN Jadi Tersangka, ICW Harap KPK Ungkap Dugaan Mafia Energi
Berdasarkan fakta sidang dengan terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, Sofyan Basir pernah mengikuti pertemuan di kediaman Setya Novanto.
Menurut Eni Maulani, saat itu, Sofyan menawarkan proyek PLTU Riau 1.
Pada 2016, Eni mengajak Sofyan Basir yang didampingi Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN menemui Setya Novanto.
Dalam pertemuan itu, Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan Basir.
Namun, Sofyan menjawab bahwa PLTGU Jawa III sudah ada kandidatnya. Sementara, untuk pembangunan PLTU Riau 1 belum ada kandidatnya.
Sofyan juga diduga menerima janji pemberian fee dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Kotjo merupakan pengusaha yang berkepentingan dengan proyek ini.
Baca juga: Dirut PLN Jadi Tersangka KPK, Ini Kata Presiden Jokowi
"Penyelenggara negara kan enggak boleh terima sesuatu, ini jadi masalah. Pak Sofyan kena (terjerat) karena terima janji. Ya konsekuensi menerima pertemuan itu. Coba bisa lebih straight (tegas), enggak mau ketemu Setnov. Ya mungkin selamat. Kalau terbuka sama kami, ya kami bantuin (mencegah). Bagaimana Bapak selamat dan enggak terjadi. Kalau mau terbuka ya," kata dia.
Oleh karena itu, kata Dedi, KPK bersama PLN saat ini sedang memperkuat pedoman etika dan perilaku agar terhindar dari benturan kepentingan.
"Minggu depan tim baru akan membahas lagi, seperti aturan yang mengatur boleh enggak sih ketemu di hotel-hotel. Boleh enggak sih ketemuan di lapangan golf, lobi-lobi atau di rumah. Nah ini masih ditata," ujar Dedi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.