Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 6 Juli 2004, LP3ES sebenarnya telah melakukan metode penghitungan cepat sebelum Pemilu 2004, namun dalam lingkup yang lebih kecil.
Hal ini dilakukan oleh LP3ES dengan melakukan penghitungan cepat untuk wilayah wilayah DKI Jakarta. Ketika itu, mereka berhasil memprediksi secara cepat dan tepat perolehan suara PPP, Golkar, dan PDI-P.
Pada Pemilu 1999, LP3ES juga telah mencoba memprediksi penghitungan suara di Nusa Tenggara Barat (NTB). Berbekal dari pengalaman lingkup tersebut, akhirnya mereka mencoba untuk melakukan perhitungan dalam lingkup yang lebih luas.
LP3ES juga melakukan kerja sama dengan The National Democratic Institute for International Affairs (NDI) atau organisasi internasional pemantau pemilihan umum yang berpusat di Washington, Amerika Serikat.
NDI telah menggunakan konsep ini pada pemilu di 10 negara yang berbeda. Hasilnya pun memuaskan.
Kemudian, dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 7 April 2004, cara yang mereka lakukan adalah dengan melakukan proyeksi dan analisis pengamatan langsung terhadap penghitungan suara di 1.416 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah suara 289.052 pemilih, yang menjadi sampel dari keseluruhan 2.000 TPS sampel yang tersebar di 32 provinsi.
Ketika itu margin of error dari prediksi diperkirakan tidak lebih dari 1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dari hasil quick count yang dilakukan LP3ES sebagai bagian dari jaringan Jurdil Pemilu 2004, proyeksi perolehan suara Pemilu 2004 adalah Partai Golkar 22,7 persen, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 18,8 persen.
Sementara itu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 10,7 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 8,1 persen, Partai Demokrat 7,3 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,2 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 6,4 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 2,6 persen dan sisanya 16 partai memperoleh kurang dari 2,5 persen.
Baca juga: Membandingkan Hasil Quick Count dengan Prediksi Litbang Kompas
LP3ES mengumumkan prediksi perolehan suara sehari kemudian kepada publik. Sempat tak ada yang percaya, karena ini merupakan sistem yang baru di Indoesia.
Selain itu, LP3ES juga pernah mendapat ancaman dari Komisi Pemilihan Umum terkait hasil yang telah ditetapkan.
Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 8 Juli 2004, ancaman itu adalah LP3ES dan NDI dapat dicabut akreditasinya sebagai pemantau dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
Pasalnya, mereka dinilai melanggar peraturan sebagai pemantau, seperti diatur dalam undang-undang, Surat Keputusan KPU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemantau, dan kode etik pemantau.
Setelah itulah, menurut sejarawan, sistem mengenai hasil penghitungan cepat mulai diperbaiki. Lembaga-lembaga survei lain juga bermunculan. Akibat maraknya quick count, muncul juga konsultan quick count.
"Konsultan quick count akhirnya mulai bersaing dengan pemerintah dan banyak bekerja sama dengan stasiun televisi swasta," ujar Silverio.
Sekarang ini, penghitungan cepat atau quick count terbukti membantu dalam perhitungan suara pemilu. Meski begitu, polarisasi yang terjadi di masyarakat akibat pilpres juga menyebabkan munculnya sejumlah pihak yang tidak percaya hasil quick count.
Namun, hal yang perlu diingat adalah hasil akhir Pemilu 2019 memang secara resmi didapat setelah diumumkan KPU. Quick count, sebagaimana prinsip awal dilakukan, hanya merupakan instrumen pembanding serta pengawasan agar tak terjadi manipulasi.
Dengan demikian, tentunya akan menjadi sebuah ironi jika quick count digunakan untuk melakukan manipulasi. Lembaga survei tentunya menghindari hal itu untuk menjaga kredibilitas dan pertanggungjawaban secara ilmiah.
Baca juga: Membandingkan Hasil "Quick Count" Litbang Kompas dengan KPU Sejak 2007
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.