JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis mengatakan, proses pemungutan dan penghitungan suara berpotensi tidak selesai dalam satu hari.
Prediksi ini muncul setelah KPU melakukan simulasi pemungutan dan penghitungan suara di sejumlah daerah.
Hasilnya, proses tersebut selesai di atas pukul 24.00.
"Di dalam regulasi disebutkan (pemungutan dan penghitungan suara) harus selesai di hari yang sama. Untuk itu ini berpotensi kemudian secara teknis tidak memungkinkan," kata Viryan saat ditemui di Hotel Sari Pan Pasific, Rabu (27/3/2019).
Atas kemungkinan tersebut, KPU menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui uji materi pasal yang bersangkutan.
Baca juga: Komisi II Setuju Batas Waktu Penghitungan Suara Ditambah Jadi 17 Hari
Dijadwalkan, MK akan menyampaikan putusan pada Kamis (28/3/201).
Viryan berharap MK dapat mengambil putusan yang mampu menyelesaikan persoalan waktu pemungutan dan penghitungan suara.
"Sebaiknya hal (aturan) ini dipertimbangkan kembali. Harapannya, (pemungutan dan penghitungan suara) tidak harus selsai pada hari yang sama, tapi harus ada masa waktu memadai," ujar dia.
Viryan menambahkan, lamanya waktu pemungutan dan penghitungan suara tergantung pada sejumlah hal.
Pertama, ada tidaknya masalah dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. Kedua, stamina dan cara kerja Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).
Baca juga: KPU Tegaskan Rekapitulasi Penghitungan Suara Tak Melalui Sistem Informasi
Terakhir, jumlah pemilih di satu Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Dengan demikian, DKI Jakarta berpotensi lebih cepat dari daerah lain karena DKI Jakarta 4 surat suara, karena tidak ada DPRD kabupaten/kota," kata Viryan.
Pasal 383 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, penghitungan suara di TPS/TPS Luar Negeri dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir.
Penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara.
Pasal tersebut kemudian dimohonkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tujuh pemohon.
Baca juga: KPU: Urutan Penghitungan Suara Tak Mungkin Diubah
Ketujuh pemohon tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Ada pula dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno yang bertindak sebagai pemohon.
Selain Pasal 383 ayat (2) pemohon juga mengajukan uji materi terhadap Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), serta Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.