Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU: Urutan Penghitungan Suara Tak Mungkin Diubah

Kompas.com - 27/02/2019, 18:40 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, penghitungan suara pemilu tidak mungkin lagi diubah urutannya.

Dipastikan, penghitungan suara lebih dulu dilakukan untuk pemilu presiden, dilanjutkan dengan pemilu legislatif.

Mekanisme tersebut, kata Wahyu, telah diatur dalam Peraturan KPU (KPU) yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). PKPU yang dimaksud ialah PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

"Dari KPU kan sudah selesai (soal mekanisme penghitungan suara). Sudah selesai manakala PKPU itu sudah diundangkan. Selesai," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2019).

Baca juga: Mendagri Sebut Penghitungan Suara Jadi Salah Satu Kerawanan Pemilu

Wahyu mengatakan, tidak tepat jika saat ini ada pihak yang mengusulkan supaya penghitungan suara untuk pileg dilakukan lebih dulu. Seharusnya, usul itu disampaikan saat proses pembahasan PKPU.

PKPU dibuat melalui proses yang panjang oleh KPU, pemerintah, dan DPR. Jika usul disampaikan lebih awal, mungkin saja bisa diakomodir dalam rapat pembahasan ketiga stakeholder.

"Kenapa usulannya sekarang? Kenapa tidak diusulkan pada saat pembahasan rapat konsultasi? Kan semua partai juga terwakili di situ," ujar Wahyu.

Baca juga: Pengawasan Optimal Penghitungan Suara Dinilai Krusial untuk Jaga Suara Pemilih 

Untuk mengubah urutan penghitungan suara, harus ada revisi PKPU lebih dahulu. Sedangkan proses revisi hanya bisa ditempuh setelah ada uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Revisi PKPU kan ada prosesnya juga. Dan kita juga butuh argumentasi apa logikanya agar PKPU itu direvisi," kata Wahyu.

Sebelumnya, ada sejumlah pihak yang usul supaya penghitungan suara dilakukan lebih dulu untuk pileg, dilanjutkan dengan pilpres.

Baca juga: Hindari Manipulasi, KPU Diminta Prioritaskan Penghitungan Suara Pilpres

Usul itu salah satunya disampaikan oleh Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) DKI Jakarta, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio. Usul ini berangkat dari kekhawatiran Eko Patrio bahwa pileg akan terabaikan oleh pilpres.

Urutan pemungutan dan penghitungan surat suara pemilu 2019 dimulai dari pemilihan presiden. Menyusul selanjutnya penghitungan suara DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Ketua KPU Arief Budiman sebelumnya mengatakan, urutan penghitungan suara berkaitan dengan hal-hal teknis.

Penghitungan suara dalam pilpres dinilai lebih mudah karena hanya menyangkut dua pasang calon presiden dan wakil presiden saja. Berbeda dengan penghitungan suara untuk DPR yang lebih rumit.

Kompas TV Massa dari 2 partai politik besar, terlibat bentrokan pasca penghitungan suara. Aparat TNI Polri pun diterjunkan, untuk menertibkan keadaan. Baku hantam pun terjadi, saat massa menolak mundur.<br /> Ini merupakan bagian dari simulasi yang dilakukan oleh Satgas Pam Pemilu, dalam latihan pengamanan Pemilu 2019. Aparat TNI disiapkan, untuk mendukung kepolisian. Latihan ini, mengajarkan kepada anggota mengenai tahapan-tahapan dalam penanganan kerusuhan massa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com