Menurut dia, angka kenaikan jumlah hoaks tersebut seharusnya menyadarkan kita bersama bahwa hoaks ini masih menjadi masalah bersama yang akan merugikan semua pihak.
"Hanya jika kita menjadi masyarakat sadar fakta, kita bisa melanjutkan kehidupan demokrasi dengan baik. Kami juga memohon para elite politik untuk tidak menggunakan atau membiarkan hoaks untuk kepentingan elektoral," ucap Septiaji.
Baca juga: Jumlah Daerah Terpapar Hoaks Intensitas Tinggi Bertambah Menjadi 92
Hoaks disebarluaskan ke masyarakat melalui platform media sosial. Tak dapat dimungkiri, saat ini peran media sosial menjadi hal vital di kalangan masyarakat.
Mafindo mencatat, dari Juli 2018 hingga Januari 2019 media sosial Facebook menjadi platform paling banyak digunakan untuk menyebar berita bohong ini. Lalu, disusul WhatsApp dan Twitter.
Ketua Komite Litbang Mafindo Santi Indra Astuti menyampaikan, pada semester II-2018, hoaks gabungan foto atau narasi paling banyak ditemukan, yakni 45,25 persen.
Kemudian, disusul hoaks berbentuk narasi 30,63 persen serta gabungan video dan narasi 14,22 persen.
"Namun, kita melihat pada Januari 2019, komposisinya sedikit berubah dengan 34,86 persen berupa narasi saja, kemudian gabungan foto/narasi sebanyak 28,44 persen dan video/narasi sebanyak 17,43 persen. Kenaikan jumlah hoaks berbentuk video mengindikasikan kian canggihnya bentuk hoaks yang beredar di masyarakat," ujar Santi.
Santi mengingatkan, hoaks dapat menimbulkan suatu bahaya tersendiri di masyarakat sehingga sikap kritis selalu diperlukan untuk menangkal hoaks agar tidak menjadi korban berita bohong.
Menurut Santi, kegiatan literasi digital perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai sektor untuk menigkatkan ketahanan informasi di masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.