Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Robertus Robet Dipandang Berpotensi Ciptakan Ketakutan dalam Berekspresi

Kompas.com - 08/03/2019, 07:34 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, penangkapan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet oleh kepolisian berpotensi menciptakan ketakutan di masyarakat dalam berekspresi.

“Kepolisian harus menghentikan penyidikan kasus Robet karena apa yang dilakukannnya hanyalah menggunakan haknya sebagai warga negara untuk menyuarakan kritik secara damai,” ujar Usman dalam keterangan persnya, Kamis (7/3/2019).

Baca juga: Bukan Aduan, Laporan Polisi Model A Jadi Dasar Penangkapan Dosen UNJ Robertus Robet

Usman memandang, penangkapan Robet karena mengkritik wacana penempatan perwira TNI dalam jabatan sipil merupakan penanda belum tuntasnya reformasi di tubuh militer.

“Yang seharusnya dilakukan oleh polisi adalah melindungi Robet yang telah menggunakan haknya untuk menyatakan pendapat secara damai dalam mengkritik TNI, bukan menangkap dan menetapkannya sebagai tersangka," ujar Usman.

Usman menilai, kepolisian sepatutnya membebaskan Robet dan menghentikan kasusnya.

Baca juga: Berstatus Tersangka, Polri Sebut Dosen UNJ Robertus Robet Tak Wajib Lapor

Kritik yang disampaikan Robertus merupakan hal lumrah. Menurut Usman, kritik tersebut seharusnya dijadikan sebagai pengingat bagi TNI untuk melakukan rangkaian perbaikan internal sesuai mandat Reformasi.

Apa yang dialami oleh Robet, dinilainya suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Negara seharusnya memberikan perlindungan terhadap siapapun yang ingin menyuarakan pendapatnya secara damai.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Jakarta, Rabu (22/2/2018).Kompas.com/YOGA SUKMANA Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Jakarta, Rabu (22/2/2018).

 

Sebagai kepala negara, lanjut Usman, Presiden Joko Widodo seharusnya melihat penangkapan sebagai tamparan bagi pemerintah, karena tindakan kepolisian itu mencederai iklim kebebasan berekspresi di masa pemerintahannya.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Robertus Robet, UU ITE Dinilai Harus Dikaji Ulang

“Kami meminta agar Presiden Jokowi berinisiatif memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk meminta penjelasan terkait penangkapan Robet dan segera memerintahkan Kapolri untuk mengevaluasi kinerja penyidik yang telah melakukan pelanggaran HAM dengan menangkap Robet,” tambah Usman.

Sebelumnya, Robet ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.

Sebelumnya, Robertus ditangkap pada Kamis (7/3/2019) dini hari dalam kasus dugaan penghinaan terhadap institusi TNI.

Baca juga: Peneliti ICW: Video Robertus Dipotong, Konteksnya Jadi Sangat Berubah

Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo usai pemeriksaan Robertus, di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis.

"Jadi konstruksi hukum perbuatan melanggar hukum untuk Pasal 207 terpenuhi di situ," ujar Dedi.

Alat bukti yang membuat polisi menyimpulkan hal tersebut adalah video saat Robertus berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.

Baca juga: Robertus Robet Dijerat Pasal Penghinaan Penguasa atau Badan Hukum di Indonesia

Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.

Halaman:


Terkini Lainnya

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com