KOMPAS.com - Penetapan tersangka terhadapaktivis hak asasi manusia (HAM) Robertus Robet pada Rabu (6/3/2019) malam menuai polemik. Sebab, Robet ditahan atas tuduhan merendahkan institusi TNI dalam aksi Kamisan pekan lalu.
Saat itu, Robet melakukan orasi yang menolak wacana kebangkitan kembali dwifungsi TNI di Indonesia. Wacana ini mengemuka sebagai terkait rencana penempatan perwira TNI di sejumlah posisi sipil.
Dalam orasinya, Robet menyampaikan kegelisahannya kepada anak-anak muda yang menghadiri Aksi Kamisan di depan Istana Presiden pada 28 Februari lalu.
"Kaum militer adalah orang yang memegang senjata, orang yang mengendalikan, mendominasi alat-alat kekerasan negara tidak boleh mengendalikan kehidupan sipil lagi," ujar Robet.
"Mengendalikan kehidupan sipil". Diksi ini dipilih oleh Robet merujuk dwifungsi ABRI yang dulu pernah hadir di Indonesia, saat kepemimpinan Presiden Soeharto.
ABRI pada masa lalu memang dapat menempati jabatan sipil dan mengisi sejumlah posisi pemerintahan. Selain itu, ada juga Fraksi ABRI di MPR yang membuat tentara pada masa itu bisa berpolitik.
"Karena senjata tidak bisa diajak berdebat, senjata tidak dapat diajak berdialog. Sementara demokrasi, kehidupan ketatanegaraan harus berbasis pada dialog yang rasional," ujar Robertus Robet.
Baca juga: ICJR dan LBH: Penangkapan Robertus Robet Ancaman Serius terhadap Kebebasan Berekspresi
Menurut dia, jika hal ini terjadi maka sama halnya dengan membawa kehidupan sipil ke dalam marabahaya.
"Senjata tidak pernah kompatibel dengan demokrasi. Senjata tidak pernah kompatibel dengan kehidupan sipil," ujarnya.
Robet menyatakan bahwa dirinya secara prinsip menolak kemungkinan adanya dwifungsi TNI. Wacana dwifungsi TNI mendapat penolakan yang mengemuka setelah pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan waktu lalu beberapa lalu.
"Itu mengapa kita menolak secara prinsipil apa yang dikatakan Lord Luhut tadi. Jadi kalau Lord Luhut mengatakan siapa yang keberatan, kita sama-sama bilang. Kalau kamu enggak berani, saya sendiri yang bilang, ‘kita keberatan’," ucap Robet dengan suara tinggi.
Baca juga: Restrukturisasi TNI yang Ditengarai Membangkitkan Lagi Dwifungsi ABRI...
Luhut Binsar Panjaitan yang saat ini duduk sebagai seorang menteri koordinator, pernah mengemukakan pendapatnya untuk menempatkan perwira TNI di posisi kementerian atau lembaga pemerintahan.
Hal itu disampaikan Luhut saat menjadi pembicara dalam acara silaturahim purnawirawan TNI-Polri dengan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo di Jakarta International Expo Kemayoran, Minggu (10/2/2019).
"Ada lebih dari 500 perwira menengah kolonel yang nganggur. Saya bilang, 'Pak (Jokowi), ini bisa masuk'. Saya jelaskan tidak sampai setengah jam, saya bilang itu akan ciptakan lapangan kerja bagi perwira TNI," kata Luhut.
Ia juga menyebut, Presiden Jokowi telah menyetujui dan akan dicarikan payung hukumnya agar dapat diberlakukan secara legal. Idenya itu substantif untuk dilakukan karena banyaknya surplus perwira di lingkup TNI.
Baca juga: Luhut Yakinkan Jokowi untuk Penempatan Perwira TNI di Kementerian/Lembaga
Orasi Robet berujung pada penahanan karena dinilai melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, atas tersebarnya video orasi yang ia awali dengan menyanyikan pelesetan "Mars ABRI".
Pelesetan lagu itu sebenarnya banyak dinyanyikan pada awal Reformasi 1998 oleh para mahasiswa yang menuntut mundurnya Soeharto.
Robet dikenai Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45a Ayat 2 UU ITE, karena dinilai telah menyebarkan konten yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.
Ia ditangkap di kediamannya oleh tim penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Kamis (7/3/2019) pukul 00.15 pagi dan digelandang ke kantor untuk menjalani penyidikan.
Seusai menjalani BAP, masih di hari yang sama Robet ditetapkan statusnya menjadi tersangka. Hingga saat ini, dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini masih berada di Mabes Polri bersama sejumlah pengacara yang mendampinginya.
Baca juga: Wapres Kalla: Saya Kira Tidak Ada Dwifungsi ABRI
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi sebelumnya membantah anggapan sejumlah pihak mengenai adanya upaya mengembalikan dwifungsi ABRI dalam rencana restrukturisasi TNI.
Rencana restrukturisasi oleh Presiden Joko Widodo akan memberikan kesempatan kepada perwira TNI untuk menduduki berbagai jabatan di kementerian atau lembaga yang membutuhkan.
Menurut Sisriadi, penerapan dwifungsi saat ini justru tidak menguntungkan bagi TNI secara kelembagaan. Sebab TNI akan kembali dimanfaatkan untuk kepentingan politik kekuasaan.
"Dan memang kami tahu persis kok. Dwifungsi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya dan saya kira masyarakat seharusnya bisa melihat bahwa demokrasi kita terbangun karena keikhlasan TNI," ujar Sisriadi saat mengunjungi Menara Kompas, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (12/2/2019).
Baca juga: Kapuspen TNI: Dwifungsi ABRI Lebih Banyak Mudaratnya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.