JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi membantah anggapan sejumlah pihak mengenai adanya upaya mengembalikan dwifungsi ABRI dalam rencana restrukturisasi TNI.
Rencana restrukturisasi oleh Presiden Joko Widodo akan memberikan kesempatan kepada perwira TNI untuk menduduki berbagai jabatan di kementerian atau lembaga yang membutuhkan.
Menurut Sisriadi, penerapan Dwifungsi saat ini justru tidak menguntungkan bagi TNI secara kelembagaan. Sebab TNI akan kembali dimanfaatkan untuk kepentingan politik kekuasaan.
Baca juga: Moeldoko: Pandangan Dwifungsi ABRI Kembali Kurang Tepat, Jangan Hanya Komentar..
"Dan memang kami tahu persis kok. Dwifungsi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya dan saya kira masyarakat seharusnya bisa melihat bahwa demokrasi kita terbangun karena keikhlasan TNI," ujar Sisriadi saat mengunjungi Menara Kompas, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (12/2/2019).
Sisriadi mengatakan, pada zaman Orde Baru, konsep dwifungsi bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Saat itu, TNI digumakan sebagai alat kekuasaan.
Ia memastikan bahwa saat ini TNI tidak memiliki niat untuk menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
"Kita semua tahu lah. Jadi kita lihat akibatnya kehancuran. Jadi itu mudarat sebenarnya. Nah kita tidak ingin kontribusi negatif lagi kan dan semua orang pasti tidak ingin," kata Sisriadi.
"Di TNI tidak ada (menghidupkan dwifungsi) untuk kembali ke situ yang pertama tentu kami butuh doktrin. Tidak pernah ada doktrin seperti itu," tutur dia.
Di sisi lain, Sisriadi menjelaskan bahwa tidak ada korelasi antara restrukturisasi TNI dan dwifungsi ABRI.
Konsep dwifungsi yang berlaku selama zaman Orde Baru, menempatkan TNI dalam ranah pertahanan keamanan dan politik kekuasaan. Saat itu seorang perwira TNI aktif dapat menjabat sebagai kepala daerah atau menteri.
Baca juga: Kapuspen: Tak Ada Hubungan Rencana Restrukturisasi TNI dengan Dwifungsi ABRI
Sementara, kata Sisriadi, rencana restrukturisasi akan menempatkan perwira TNI ke dalam struktur birokrasi di kementerian/lembaga.
Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menyatakan, prajurit aktif dapat menempati 10 kementerian/lembaga.
Ke-10 kementerian/lembaga tersebut membidangi koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Negara, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional dan Mahkamah Agung.
"Toh itu bukan ke politik. Kalau dwifungsi itu kekuatan hankam dan kekuatan politik," kata Sisriadi.