Sebaliknya, debat justru terkesan sebagai ajang curhat. Kedua paslon mungkin lupa bahwa penonton debat bukan hanya kelompoknya, tetapi juga ada generasi milenial, pemilih galau yang ingin diyakinkan kenapa harus memilih dia.
Hal itu berakibat kedua paslon lupa menggunakan ajang debat sebagai momentum untuk menarik simpati publik. Salah satu contohnya, mereka melewatkan sesi memberi apresiasi kepada lawan debat.
Padahal, Indonesia dewasa ini membutuhkan suri tauladan serta komitmen dari para pemimpin untuk tetap menghargai serta menghormati perbedaan, untuk mencegah potensi terjadinya perpecahan.
Alih-alih menjadi referensi bagi swing voters, pemilih pemula untuk menentukan pilihannya pada tanggal 17 April nanti, debat perdana capres-cawapres justru berpotensi semakin meyakinkan mereka untuk tidak memilih atau golput.
Pada akhirnya, meminjam istilah Dahlan Iskan, ahli debat memang tidak ada yang jadi capres dan capres tidak ada yang ahli debat.
Jadi, apakah debat memang penting?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.