Usulan mengucilkan terpidana korupsi di pulau terpencil untuk menambang pasir terus-menerus mengembalikan konsep hukuman pengasingan zaman penjajahan, ketika Soekarno diasingkan ke Boven Digoel, atau hukuman bagi tahanan politik di Pulau Buru yang berpotensi melanggar HAM.
Sebaliknya, paslon 01 yang memiliki pengalaman seharusnya sudah tahu apa yang harus dilakukan ke depan untuk membuat jera koruptor. Misalnya, mengoptimalkan penggunaan pasal pencucian uang, perampasan aset, serta konsep-konsep lain yang menjadikan pelaku berpikir seribu kali sebelum korupsi.
Lagi-lagi, pada isu korupsi pun warga seolah tidak dilibatkan. Paslon 02 fokus pada peningkatan penghasilan penyelenggara negara. Sementara paslon 01, dengan segala pengalamannya, justru tidak fokus.
Pada isu terorisme, peningkatan anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan di tawarkan oleh paslon 02.
Mereka juga menawarkan peningkatan kesejahteraan dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan, menciptakan peluang ekonomi, menstabilkan harga pangan dan kebutuhan pokok.
Menurut mereka, terorisme terjadi akibat dari ketidakadilan, rasa putus asa, dan kemiskinan.
Tidak hanya dalam isu terorisme, pendekatan kesejahteraan juga ditawarkan sebagai solusi menyelesaikan persoalan, baik hukum, HAM, juga korupsi.
Pada titik ini, Sandiaga Uno selalu berbicara sesuai dengan kompetensi dan spesialisasinya, seputar ekonomi dan kesejahteraan. Sepertinya publik ditawari satu solusi untuk menjawab semua persoalan di negeri ini.
Sementara itu, pelaku teror, menurut Ma'ruf, tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi. Pemahaman terhadap agama yang salah menjadi salah satu faktor penyebab lainnya. Tntuk itu, dibutuhkan pendekatan keagamaan di mana meluruskan pemahaman yang keliru.
Kedua paslon menawarkan pendekatan pencegahan. Ma'ruf menyebut strategi pencegahan dengan melibatkan organisasi masyarakat, serta organisasi keagamaan. Adapun Sandiaga ingin membuat negara kuat dengan cara memperkuat angkatan bersenjata.
Sepanjang debat, cukup terlihat pasangan nomor urut 01 seolah-olah memakan umpan yang selama kampanye ditebar oleh nomor urut 02 sehingga terkesan defensif.
Hal ini cukup berhasil membuat Jokowi-Ma'ruf kurang mampu mengelaborasi keunggulan berupa pengalaman kerja-kerja selama 4 tahun terakhir. Akibatnya, argumentasi yang disampaikan miskin data dan fakta.
Publik juga melihat bagaimana penantang petahana mencoba membangun citra sebagai pasangan yang tenang dan tidak reaktif.
Meski demikian, citra yang sempat dibangunnya selama debat berpotensi hancur ketika Prabowo reaktif terhadap pertanyaan Jokowi seputar komitmen partinya pada isu pemberantasan korupsi.
Secara keseluruhan, debat capres-cawapres belum mampu membayar ekspektasi publik akan suguhan pemaparan yang bernas dan visioner berkaitan dengan isu hukum, HAM, antikorupsi, dan terorisme.