JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, perlu ada kampanye untuk tidak memilih calon anggota legislatif eks koruptor beserta partainya dalam Pemilu 2019.
"Caranya, mengampanyekan agar pemilih tidak memilih mantan narapidana kasus korupsi," ujar Donal saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/9/2018).
Menurut Donal, langkah itu adalah bentuk hukuman bagi para caleg mantan terpidana korupsi beserta partai politik yang masih mencalonkan mereka.
Baca juga: Tak Hanya Eks Koruptor, Mantan Napi Kejahatan Seksual dan Bandar Narkoba Juga Boleh Nyaleg
Ia tidak ingin hanya caleg yang dihukum dengan cara tidak dipilih, melainkan beserta parpol yang mencalonkan mereka.
"Pemilih harus menghukum partai yang seperti ini. Jadi bukan caleg mantan napi saja yang dihukum, melainkan rame-rame menghukum untuk tidak memilih partai tersebut," ujarnya.
Bagi Donal, komitmen antikorupsi parpol yang masih mengusung eks koruptor sebagai caleg hanyalah "manis di lidah".
"Parpol yang masih ngotot mengusung caleg mantan napi korupsi, berarti partai tersebut tidak punya komitmen bersih-bersih," ujar Donal.
"Mereka hanya menjadikan antikorupsi sebagai tagline politik saja dan tanpa implementasi," sambung dia.
Baca juga: Caleg Eks Koruptor yang Sudah Ditarik Partai Tak Bisa Dicalonkan Lagi
Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi Pasal 4 Ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018) lalu.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan UU Pemilu.
Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status tidak memenuhi syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi memenuhi syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.
Baca juga: Patuhi Putusan MA, KPU Akan Loloskan Bakal Caleg Eks Koruptor
Sebagian parpol tetap tidak akan mengusung caleg eks koruptor meski diizinkan UU. Namun, ada pula parpol yang tetap mencalonkan mereka sebagai calon wakil rakyat.
Pascaputusan MA, Golkar tetap mengusung caleg eks koruptor. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya menghormati putusan MA.
"Kalau Golkar kami selalu mengikuti keputusan hukum yang berlaku, jadi kami mengikuti apa yang sudah dan menghormati apa yang diputuskan," kata Airlangga Hartarto di Jakarta, Sabtu (15/9/2018).
Menurut Airlangga, Golkar akan mengikuti putusan itu dan mempertahankan calegnya yang merupakan eks narapidana kasus korupsi.
"Ya, tentu kami kemarin ada beberapa catatan terkait dengan caleg dan tentu kami lihat dari hasil keputusan MA tersebut," kata dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengingatkan, mantan koruptor yang dipidana sudah menjalani konsekuensi hukum atas apa yang mereka lakukan di masa lalu.
Melalui hukuman itu, kata Fadli, mantan koruptor sudah membayar kesalahannya.
"Apakah orang itu harus dihukum selamanya? Memangnya mereka itu manusia yng sempurna yang mengambil keputusan itu?" kata Fadli.
"Kalau undang-undangnya mengatakan lain (melarang) ya itu bicara lain. Tolong jangan dipelintir-pelintir, itu kan kata undang-undang. Itulah yang kita ikuti. Undang-undangnya saja ikuti," ujar dia.
Kepala Divisi bidang Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan, pihaknya ingin mengusung 12 caleg eks koruptor. Hal ini akan dilakukan jika Komisi Pemilihan Umum segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung.
"12 calon itu tetap akan ikut karena mekanisme aturan tetap harus kita ikuti. Kalau tidak mengikuti mekanisme aturan nanti kader kami berperkara dengan kami sendiri. Tidak boleh juga," kata Ferdinand
Ferdinand mengatakan, bola saat ini ada di KPU apakah akan segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung atau tidak. Sebab, MA memberi waktu 90 hari bagi KPU untuk mengeksekusi putusan yang membolehkan eks napi korupsi menjadi caleg.
Sementara, waktu penetapan daftar caleg tetap (DCT) oleh KPU adalah pada 20 September. Menurut dia, KPU bisa saja mengeksekusi putusan MA itu setelah penetapan DCT sehingga aturan yang membolehkan caleg eks napi korupsi baru berlaku pada 2024.
"Kalau KPU mengambil langkah seperti itu, kami sudah siapkan penggantinya untuk 12 caleg itu," kata Ferdinand.