Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Diminta Tak Pilih Parpol yang Usung Caleg Eks Koruptor

Kompas.com - 19/09/2018, 09:47 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus meminta masyarakat untuk tak hanya menolak untuk memilih eks koruptor pada Pileg 2019, melainkan juga tak memilih partai politik yang mengusungnya.

"Partai politik seharusnya menjadi yang paling penting untuk dijadikan pihak yang bertanggung jawab atas terus diusungnya mantan napi koruptor sebagai caleg," kata Lucius kepada Kompas.com, Rabu (19/9/2018).

Padahal, kata Lucius, parpol harusnya tegas menolak mantan koruptor menjadi caleg. Ia yakin mantan koruptor yang sempat mengajukan diri jadi caleg akan tunduk pada keputusan tersebut.

Baca juga: Parpol yang Usung Eks Koruptor Dinilai Berpotensi Langgengkan Kejahatan Korupsi

Lucius mengungkapkan, partai yang mengusung mantan koruptor menilai mereka sebagai kader yang berhasil. Sehingga parpol masih terus mempromosikan mereka menjadi caleg.

"Oleh karena itu tak cukup jika kita hanya mendorong KPU (Komisi Pemilihan Umum) membuat tanda khusus pada nama caleg mantan napi koruptor di kertas suara," kata Lucius.

"Tanda khusus hanya pada nama caleg seolah-olah mengatakan kesalahan hanya milik para caleg saja," sambungnya.

Lucius berharap, KPU bisa menghadirkan peringatan kepada publik dengan menandai caleg yang merupakan mantan koruptor beserta partai pengusungnya.

"Partai yang usung caleg eks koruptor harus dianggap sebagai partai koruptor. Harus ada desain kampanye yang menyebutkan nama-nama partai pengusung caleg mantan napi sebagai partai koruptor," katanya.

Dengan adanya penanda itu, publik semakin disadarkan untuk tak melirik sedikit pun kepada caleg dari mantan koruptor dan partai pengusungnya.

Sebab, memilih partai pengusung mantan koruptor dinilainya menghambat terwujudnya pemilu yang berintegritas.

"Oleh karena itu hukuman sudah seharusnya diberikan kepada parpol dengan kampanye agar pemilih tak memilih parpol tersebut," ujarnya.

Sebab, ia melihat perilaku sejumlah partai politik yang mengusung mantan koruptor berpotensi melanggengkan kejahatan korupsi itu sendiri.

Baca juga: Tak Hanya Eks Koruptor, Mantan Napi Kejahatan Seksual dan Bandar Narkoba Juga Boleh Nyaleg

Lucius menilai tak menutup kemungkinan politisi yang terlibat korupsi menyalurkan sebagian hasilnya kepada parpol.

"Sehingga masuk akal jika parpol membutuhkan figur mantan napi korupsi itu pada periode selanjutnya demi melanggengkan nafsu korupsi demi kehidupan parpol dan juga nafsu pribadi politisi," kata Lucius.

Di sisi lain, Lucius juga memandang partai politik yang mengusung mantan koruptor paling berperan memicu polemik larangan mantan koruptor jadi caleg yang sempat dirancang KPU.

Padahal seharusnya polemik ini tak perlu terjadi apabila parpol mengutamakan integritas sebagai kunci utama menjalankan keberlangsungan partai.

Kompas TV Langkah apa yang bisa diambil KPU pasca keluarnya keputusan ini? Dan apa yang harus dilakukan parpol?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com