JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus meminta masyarakat untuk tak hanya menolak untuk memilih eks koruptor pada Pileg 2019, melainkan juga tak memilih partai politik yang mengusungnya.
"Partai politik seharusnya menjadi yang paling penting untuk dijadikan pihak yang bertanggung jawab atas terus diusungnya mantan napi koruptor sebagai caleg," kata Lucius kepada Kompas.com, Rabu (19/9/2018).
Padahal, kata Lucius, parpol harusnya tegas menolak mantan koruptor menjadi caleg. Ia yakin mantan koruptor yang sempat mengajukan diri jadi caleg akan tunduk pada keputusan tersebut.
Baca juga: Parpol yang Usung Eks Koruptor Dinilai Berpotensi Langgengkan Kejahatan Korupsi
Lucius mengungkapkan, partai yang mengusung mantan koruptor menilai mereka sebagai kader yang berhasil. Sehingga parpol masih terus mempromosikan mereka menjadi caleg.
"Oleh karena itu tak cukup jika kita hanya mendorong KPU (Komisi Pemilihan Umum) membuat tanda khusus pada nama caleg mantan napi koruptor di kertas suara," kata Lucius.
"Tanda khusus hanya pada nama caleg seolah-olah mengatakan kesalahan hanya milik para caleg saja," sambungnya.
Lucius berharap, KPU bisa menghadirkan peringatan kepada publik dengan menandai caleg yang merupakan mantan koruptor beserta partai pengusungnya.
"Partai yang usung caleg eks koruptor harus dianggap sebagai partai koruptor. Harus ada desain kampanye yang menyebutkan nama-nama partai pengusung caleg mantan napi sebagai partai koruptor," katanya.
Dengan adanya penanda itu, publik semakin disadarkan untuk tak melirik sedikit pun kepada caleg dari mantan koruptor dan partai pengusungnya.
Sebab, memilih partai pengusung mantan koruptor dinilainya menghambat terwujudnya pemilu yang berintegritas.
"Oleh karena itu hukuman sudah seharusnya diberikan kepada parpol dengan kampanye agar pemilih tak memilih parpol tersebut," ujarnya.
Sebab, ia melihat perilaku sejumlah partai politik yang mengusung mantan koruptor berpotensi melanggengkan kejahatan korupsi itu sendiri.
Baca juga: Tak Hanya Eks Koruptor, Mantan Napi Kejahatan Seksual dan Bandar Narkoba Juga Boleh Nyaleg
Lucius menilai tak menutup kemungkinan politisi yang terlibat korupsi menyalurkan sebagian hasilnya kepada parpol.
"Sehingga masuk akal jika parpol membutuhkan figur mantan napi korupsi itu pada periode selanjutnya demi melanggengkan nafsu korupsi demi kehidupan parpol dan juga nafsu pribadi politisi," kata Lucius.
Di sisi lain, Lucius juga memandang partai politik yang mengusung mantan koruptor paling berperan memicu polemik larangan mantan koruptor jadi caleg yang sempat dirancang KPU.
Padahal seharusnya polemik ini tak perlu terjadi apabila parpol mengutamakan integritas sebagai kunci utama menjalankan keberlangsungan partai.