JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edwar Siregar menilai, pemilih bisa tidak suka dengan para aktivis gerakan #2019GantiPresiden apabila pelaksanaan aksinya tidak terkendali.
Alih-alih berupaya menarik simpati, masyarakat justru antipati lantaran merasa gerakan tersebut kerap menyulut kericuhan.
"Karena takutnya nanti masyarakat tidak respons positif, tapi negatif responsnya terhadap calonnya karena telah melakukan sesuatu yang menyebabkan ricuh atau yang membuat masyarakat kurang simpatik terhadap kegiatan seperti ini (#2019GantiPresiden)," ujar Fritz di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Baca juga: Sandiaga Uno Berharap Kampanye #2019GantiPresiden Bikin Suasana Pilpres Sejuk
Karena itu, ia meminta pendukung masing-masing pasangan bakal capres dan cawapres yang sudah didaftarkan partai pengusung ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) menahan diri hingga tiba masa kampanye pada 23 September nanti.
Ia pun meminta partai politik pengusung kedua pasangan calon untuk meredam emosi massa akar rumput di semua daerah dan menahan diri hingga waktu kampanye tiba.
"Maka ini adalah kerja sama yang harus dilakukan banyak pihak termasuk parpol dan kelompok masyarakat. Kan 23 September sebentar lagi, itu masa kampanye untuk melakukan kegiatan itu (kampanye)," lanjut dia.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kegiatan #2019GantiPresiden Tidak Boleh
Belakangan ini terjadi konflik antara masyarakat pendukung dan penolak gerakan #2019GantiPresiden di berbagai daerah.
Aparat keamanan sampai harus membubarkan atau membatalkan kegiatan ini untuk menekan potensi konflik yang berkepanjangan di dalam masyarakat.
Gerakan #2019GantiPresiden pertama kali diinisiasi oleh Mardani dan Neno Warisman di Jakarta.
Ada dua pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam Pilpres 2019, yakni petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.