JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arsul Sani menyatakan, gerakan #2019GantiPresiden memang bukan kampanye. Namun, ia menilai perlu ditimbang efek lanjutannya yang kemudian menimbulkan kericuhan.
"Masalahnya yang ada di situ bukan hashtag-nya. Ini yang saya kira harus dicermati. Karena kalau sepanjang cuma gulirkan hashtag-nya saja enggak masalah, tetapi masalahnya baru timbul ketika terjadi setelah ada forum dan forum itu isinya apa," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Baca juga: Langkah Polisi Tangani Konflik Gerakan #2019GantiPresiden Dinilai Wajar
Apalagi, lanjut Arsul, tagar tersebut diartikulasikan dengan pengumpulan massa dalam jumlah besar secara masif. Hal itu tentu mengundang pengumpulan massa dalam jumlah besar bagi pihak yang tidak setuju dengan gerakan tersebut.
Karena itu, Arsul meminta, para aktivis gerakan #2019Ganti Presiden juga harus menimbang efek yang muncul ketika mereka membuat acara di daerah.
Arsul pun meminta semua pihak tunduk pada Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"Di sana harus dipenuhi dan di sana (polisi) punya kewenangan kalau sebuah ekspresi menyatakan pendapat di umuka umum menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum, memang polisi berhak untuk membubarkan," ujar Arsul.
Baca juga: DPR Minta Pandangan Resmi KPU dan Bawaslu soal #2019GantiPresiden
Karena itu, ia menilai langkah polisi membubarkan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden di Pekanbaru, Riau, yang akan dihadiri oleh Neno Warisman sudah tepat lantaran mengancam keselamatan kedua kubu yang berseteru.
Saat ditanya aksi massa pendukung Presiden Joko Widodo yang tidak dibubarkan meskipun sama-sama bernuansa kampanye, Arsul mewajari hal itu lantaran tak menimbulkan kericuhan dari kubu yang lain.
"Masalahnya ada tidak penolakan dari elemen masyarakat lain?" ucap dia.
Baca juga: Kata Mardani, Gerakan #2019GantiPresiden Pendidikan Politik
"Kami yang di Koalisi Indonesia Kerja ini kalau katakanlah ada elemen masyarakat lain mau deklarasi 2019 tetap Jokowi kemudian di daerah situ ada perlawanan dari yang tak setuju kami pasti akan minta mundur," lanjut Arsul.
Belakangan ini terjadi konflik antara masyarakat pendukung dan penolak gerakan #2019GantiPresiden di berbagai daerah.
Aparat keamanan sampai harus membubarkan atau membatalkan kegiatan ini untuk menekan potensi konflik yang berkepanjangan di dalam masyarakat.
Baca juga: Tanggapi Gerakan #2019GantiPresiden, Demokrat Bandingkan Jokowi dengan SBY
Gerakan #2019GantiPresiden pertama kali diinisiasi oleh Mardani dan Neno Warisman di Jakarta.
Ada dua pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam Pilpres 2019, yakni petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.