Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahas RUU Antiterorisme, Ketua Pansus Sebut Tak Tertekan Wacana Perppu

Kompas.com - 25/05/2018, 08:11 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Antiterorisme Muhammad Syafi'i membantah adanya tekanan dalam pembahasan revisi atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme itu.

Bahkan, kata Syafi'i, wacana Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Antiterorisme tak memengaruhi pembahasan.

"Sama sekali enggak ada tekanan. Saya kan dari awal sudah menyatakan bahwa undang-undang ini sudah selesai 99,9 persen. Tinggal soal definisi. Bahkan kalau definisi cepat diambil keputusan, 24 April sudah paripurna," kata Syafi'i usai memimpin Rapat Pansus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Syafi'i menambahkan, awalnya memang ada perbedaan dari sejumlah fraksi terkait definisi terorisme. Namun, pada akhirnya mereka bisa menyepakati definisi yang sama.

Baca juga: Beberapa Ketentuan Draf RUU Antiterorisme yang Jadi Sorotan PP Muhammadiyah

Kesepakatan tersebut, lanjut Syafi'i, dicapai karena masing-masing fraksi mengedepankan persatuan dalam pemberantasan terorisme.

"Sebenarnya dari awal kami membangun spirit bahwa kami ini tidak dalam faksi yang berbeda. Meskipun kami berasal dari fraksi yang tidak sama tapi kepentingan kami sama, membela kepentingan bangsa dan negara," ucap politisi Partai Gerindra itu.

Sebelumnya, kesepakatan definisi terorisme dicapai oleh seluruh fraksi di DPR dan pemerintah dalam pandangan mini fraksi pada Rapat Pansus RUU Antiterorisme.

Dalam pandangannya semua fraksi memilih opsi kedua terkait definisi terorisme.

Dalam opsi kedua, terorisme diartikan perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Baca juga: Dahnil: RUU Antiterorisme Seperti Menyeret ke Orde Baru...

Bahkan, PDI-P dan PKB yang awalnya memilih opsi pertama tanpa mencantumkan frasa motif politik dan ideologi pada akhirnya memilih opsi kedua tersebut.

"Definisi memang tidak kami sampaikan. Keputusan definisi fraksi kami mempertimbangkan upaya terpadu dan sistemik dan berdampak masif. Kami mengambil alternatif dua," kata anggota Pansus dari Fraksi PDI-P Risa Mariska dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Hal senada disampaikan anggota Pansus dari Fraksi PKB Muhammad Toha. Ia mengatakan awalnya Fraksi PKB cenderung memilih opsi pertama. Namun, sebagai bentuk musyawarah dan mufakat, ia mengatakan PKB memilih opsi kedua.

"Karena hari ini berdasarkan musyawarah mufakat, lebih banyak di alternatif dua. Meskipun kami tetap berpandangan di alternatif satu tapi sebagai wujud musyawarah mufakat maka kami pun akhirnya di alternatif dua," ucap Toha.

Kompas TV Rangkaian teror bom yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia membuat desakan penyelesaian Undang-Undang Antiterorisme semakin menguat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Nasional
Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Nasional
Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Nasional
Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Nasional
Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Nasional
Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Nasional
Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Nasional
KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

Nasional
Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Nasional
Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Nasional
Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Nasional
 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite Sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite Sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com