Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Masyarakat Sipil Dorong KPU Pertahankan Larangan Napi Koruptor "Nyaleg"

Kompas.com - 23/05/2018, 17:35 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih menyesalkan sikap DPR, pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyepakati mantan narapidana korupsi berhak mencalonkan diri sebagai caleg dalam Pemilu 2019 selama mereka mengaku secara terbuka dan jujur kepada publik pernah menjadi mantan narapidana.

Kesepakatan sejumlah lembaga itu terjadi pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR pada Selasa (22/5/2018) silam.

"Kesimpulan RDP di atas tidak hanya mengecewakan KPU, tetapi juga publik. Sejak wacana ini mengemuka pada April 2018, publik ramai-ramai mendukung KPU. Hingga siang ini, sedikitnya 67.200 orang menandatangani petisi dukungan untuk KPU di change.org/koruptorkoknyaleg," ujar Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch Almas Sjafrina selaku perwakilan koalisi dalam keterangan resminya, Rabu (23/5/2018).

Baca juga: KPU Tetap Upayakan Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

Dari dukungan petisi itu, Almas menilai publik ingin disodorkan calon anggota legislatif yang lebih bersih.

Ia memandang bahwa larangan mantan narapidana korupsi ikut jadi caleg juga dapat memperbaiki kinerja serta citra parlemen yang selama ini dikenal buruk.

"Tidak hanya itu, urgensi larangan mantan narapidana kasus korupsi memasuki arena kontestasi elektoral juga berangkat dari adanya fenomena residivis korupsi atau orang yang pernah dijatuhi hukuman dalam perkara korupsi lalu kembali melakukan korupsi setelah selesai menjalani hukuman," papar Almas.

Baca juga: Fadli Zon Minta KPU Tak Larang Mantan Koruptor Daftar Caleg

Selain itu, DPR juga kerap berada di posisi bawah dalam daftar lembaga demokrasi yang dipercaya publik.

Almas menjelaskan, salah satu penyebab rendahnya kepercayaan publik terhadap DPR adalah banyaknya anggota legislatif yang tersangkut kasus korupsi.

"KPU seharusnya tidak menyerah. Hal tersebut dikarenakan hasil atau keputusan konsultasi KPU dengan DPR dan pemerintah sehubungan dengan penyusunan PKPU Walau PKPU harus dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah dalam RDP bersifat tidak mengikat," kata dia.

Baca juga: KPU Tetap Larang Mantan Napi Kasus Korupsi Jadi Caleg pada Pemilu 2019

Almas mengingatkan, putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016 menegaskan bahwa KPU adalah lembaga yang independen, khususnya dalam penyusunan PKPU.

"Oleh karena itu, kami koalisi masyarakat sipil untuk pemilu bersih mendorong KPU untuk tetap mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi masuk dalam PKPU Pencalonan Pemilu Legislatif 2019," katanya.

Koalisi ini terdiri dari Indonesian Corruption Watch, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), dan Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Universitas Andalas.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum semakin mematangkan aturan yang melarang mantan narapidana korupsi mengikuti Pemilu Legislatif 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com