JAKARTA, KOMPAS.com - "Sebetulnya, sebelum Mas Harto berangkat ke Mesir saya sudah berusaha mencegahnya untuk berangkat," ungkap Probosutedjo, adik Presiden RI ke-2 dalam buku Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto.
Dua belas hari sebelum lengser, tepatnya 9 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk pergi ke Mesir. Kepergiannya bukan tanpa alasan, ia menghadiri pertemuan kepala negara-negara G-15.
Kepergiannya itu sempat menjadi perbincangan, sebab saat itu kondisi dan situasi jelang Reformasi sudah menunjukan tanda-tanda yang mengkhawatirkan.
Baca juga: Setelah Reformasi, Uang Bergambar Soeharto Pun Ditolak Pedagang...
Kepergian kepala negara ke luar negeri di tengah kondisi darurat tentu menimbulkan banyak tanda tanya.
Namun ternyata, kepergian Pak Harto ke Mesir sempat dicegah. Probosutedjo lah orang meminta agar kakaknya itu tak meninggalkan Indonesia.
"Karena saat itu sudah tercium gelagat buruk di Jakarta," kata dia.
Namun, permintaan Probosutedjo ditolak. Soeharto bersikeras untuk berangkat dengan alasan sudah terlanjur menyanggupi hadir di pertemuan kepala negara-negara G-15.
Baca juga: Patahnya Palu dan Firasat Harmoko Ihwal Kejatuhan Soeharto
Tak habis akal, Probosutedjo lantas meminta tolong kepada Ketua MPR Harmoko untuk mencegah Soeharto berangkat.
Saat itu, ia yakin kakaknya akan berpikir ulang untuk berangkat ke Mesir bila yang memintanya adalah Ketua MPR.
Harmoko kata dia juga menjanjikan akan mengatakan hal itu kepada Pak Harto pada malam harinya.
"Benar, Harmoko kemudian datang menemui Mas Harto," ucap dia.
Baca juga: Mengenang Puncak Kegalauan Soeharto Sebelum Memutuskan Mundur...
Pagi harinya, Harmoko menelepon Probosutedjo. Namun kabar yang tak diharapkan itu datang. Harmoko mengungkapkan bahwa ia telah gagal mencegah Soeharto pergi ke Mesir.
Tak hanya itu, Harmoko juga mengatakan kepada Soeharto bahwa Probosutedjo lah yang meminta agar ia tak berangkat ke Mesir.
"Saat itu saya katakan kepada Harmoko, kenapa tidak bilang rakyat yang menginginkan. Harmoko tak menjawab. Maka, pergilah Mas Harto," tutur Probosutedjo.
Baca juga: 21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi...
Kekhawatiran itu terbukti. Pada 12 Mei 1998, terjadilah peristiwa Trisakti, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.