Praktis hanya Demokrat dan PAN yang belum menyatakan sikap. Dua partai itu jika digabung punya17,7 persen kursi di parlemen.
Itu artinya, meski mendapatkan hati Demokrat dan PAN sekalipun, Gatot tetap tak bisa maju sebagai capres 2019 lantaran tak cukup modal memenuhi ambang batas 20 persen.
Peluang
Meski berat, peluang Gatot untuk maju sebagai capres belum sepenuhnya tertutup. Segala kemungkinan masih bisa terjadi di politik. Karena politik bukan matematika.
Menurut analis politik Exposit Strategic Arif Susanto, selain Jokowi, belum ada figur lain yang secara resmi diusung oleh partai atau koalisi partai sebagai bakal calon presiden. Sementara, secara matematis dimungkinkan terbentuk poros selain Jokowi atau Prabowo.
Terlebih PKB yang mengarah ke Jokowi juga punya syarat agar Presiden menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapresnya.
Bila syarat itu tidak terpenuhi, bukan tak mungkin PKB akan berpaling. Sementara itu peluang Gatot mengambil hati Demokrat dan PAN juga masih terbuka lebar.
Andai Gatot bisa menyatukan PKB, Demokrat dan PAN, ia bisa meraih tiket capres. Sebab ketiga parpol itu punya total 26,7 persen kursi di parlemen.
Selain itu, Gatot juga dinilai masih punya kekuatan lain yakni tingkat kesukaan publik terhadap figur mantan militer cukup tinggi. Preferensi ini didasarkan pada anggapan sebagian orang bahwa Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang tegas.
Dengan kondisi itu, kata Arif, Gatot tampak berusaha mendekati dua pihak yang cukup menentukan konstelasi politik nasional. Pada satu sisi, Gatot melakukan pendekatan dengan para elite politik seperti Megawati, SBY, Prabowo, dan kemudian Zulkifli Hasan.
Pada sisi lain, Gatot juga berusaha mengidentifikasi diri sebagai figur yang dekat dengan kelompok Muslim.
Baca juga : PAN Ajak PKS dan Partai Lain Usung Gatot Nurmantyo sebagai Capres
"Dengan modal kemampuannya untuk meredam gejolak saat aksi 212 pada 2016 lalu, Gatot tampak semakin dekat dengan kalangan konservatif," ujar Arif kepada Kompas.com.
Meski begitu, optimisme Gatot dinilai dapat berbenturan dengan beberapa kemungkinan hambatan.
Pertama, elektabilitasnya yang belum memadai untuk bersaing dengan Jokowi dan Prabowo.
Kedua, pengalamannya dalam politik praktis sangat minim karena baru menyelesaikan masa pengabdian militernya pada Maret 2018.
Ketiga, terdapat ganjalan pada bagian akhir masa jabatannya sebagai Panglima TNI, antara lain terkait mutasi perwira dan penanganan pembelian senjata Polri.
Baca juga : Usai Pensiun, Gatot Nurmantyo Akui Sempat Bertemu Jokowi
"Jika kemungkinan-kemungkinan hambatan tersebut dapat diatasi, Gatot berpeluang muncul sebagai kandidat ‘kuda hitam," kata Arif.
"Sebaliknya, kegagalan untuk mengatasi beberapa persoalan di atas dapat mengakhiri lebih awal mimpi politik Gatot untuk bersaing memperebutkan kepemimpinan nasional," kata dia.