JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra, mengaku tidak kaget dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak gugatan HTI terhadap pemerintah.
"Memang sulit bagi majelis hakim untuk sepenuhnya bersikap obyektif dalam menyidangkan perkara HTI. Pemerintah tentu akan merasa sangat dipermalukan jika sekiranya keputusan membubarkan HTI dibatalkan oleh pengadilan," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Senin (7/5/2018).
Dalam putusannya, majelis hakim menilai langkah Menteri Hukum dan HAM mencabut status badan hukum HTI sudah tepat dan sesuai prosedur.
Hakim juga menilai, HTI terbukti bertentangan dengan Pancasila karena ingin mendirikan negara khilafah di NKRI. Hal tersebut dianggap melanggar ketentuan yang diatur dalam UU Ormas.
Baca juga: Hakim: HTI Terbukti Ingin Mendirikan Negara Khilafah di NKRI
Namun, Yusril menilai, sebenarnya tak ada bukti di persidangan yang menunjukkan bahwa HTI telah melanggar UU Ormas. Yusril menjelaskan, HTI dibubarkan tanggal 19 Juli 2017 dan didasarkan atas Perppu No 1 Tahun 2017 tentang Ormas yang terbit tanggal 10 Juli 2017.
Maka, pemerintah harus membuktikan bahwa dalam waktu sembilan hari itu HTI memang melanggar Pancasila.
"Bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya Perppu karena Perppu tidak berlaku surut. Sejauh itu, saya menganggap pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini.
Yusril juga mempermasalahkan langkah hakim yang hanya mempertimbangkan keterangan ahli yang dihadirkan pemerintah dan mengesampingkan keterangan ahli yang diajukan HTI.
Baca juga: Istana Berharap Eks HTI Masuk Parpol atau Ormas Agama yang Tidak Kontra Pancasila
Padahal, selama sidang, pemerintah hanya menghadirkan dua saksi fakta yang tidak menerangkan apa-apa tentang kesalahan HTI.
Pemerintah malah mendatangkan ahli sebanyak sembilan orang, yang semuanya adalah orang-orang yang terafiliasi dengan pemerintah, seperti Rektor UIN Yogyakarta Yudian Wahyudi dan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra.
"Keterangan ahli mereka sukar dipertanggungjawabkan secara akademis karena semua mereka adalah bagian dari pemerintah," kata Yusril.