JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyarankan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi korporasi.
Adnan menjelaskan, fakta-fakta persidangan kasus KTP elektronik selama ini memunculkan sejumlah korporasi yang diduga ikut menikmati aliran dana dari korupsi proyek ini.
"Kalau itu tidak diperdalam pengembalian asetnya akan kecil dan itu merugikan," kata Adnan di Kedutaan Besar Inggris, Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Menurut Adnan, dampak korupsi KTP elektronik cukup besar bagi negara dan masyarakat.
Efek yang paling terasa, masyarakat kehilangan atau kesulitan akses terhadap kepemilikan KTP. Itu menyebabkan masyarakat terhambat untuk mengurus berbagai administrasi.
Baca juga : Kasus E-KTP Diminta Tak Berhenti di Setya Novanto
"Dan bayangkan orang enggak punya KTP, enggak bisa bikin dan perpanjang macam-macam, enggak bisa," katanya.
Dengan demikian, negara harus menunjukkan ketegasannya dalam menangani kasus ini. Adnan menilai, korupsi e-KTP juga telah menghancurkan upaya negara dalam memperbaiki sektor identitas kependudukan nasional.
Padahal, kata dia, perbaikan di sektor kependudukan, juga bisa memunculkan pencegahan korupsi. Salah satunya, orang-orang tidak bisa lagi memanipulasi identitasnya dalam menyimpan aset mereka.
"Karena kalau semua sudah online dan punya satu identitas mudah dicek. Ini unsur pencegahan korupsi masuk. Tapi malah dikacaukan korupsi (e-KTP) ini," kata Adnan.
Adnan berharap, melalui pengusutan pencucian uang dan korupsi korporasi, KPK bisa mengejar aset-aset kekayaan yang belum terungkap dan menyerahkannya kepada negara.
Sebelumnya Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, keputusan KPK tak ajukan banding atas vonis 15 tahun penjara Setya Novanto, agar bisa fokus pada tahap pengembangan kasus e-KTP.
KPK akan terus mencermati fakta-fakta di lapangan dan melakukan pengembangan perkara ini untuk mencari pelaku lain.
"Karena kami menduga ada pihak-pihak lain, baik sektor politik, swasta, kementerian, birokrasi, dalam proyek KTP elektronik yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun," katanya.
KPK juga mendalami fakta lain terkait ada atau tidaknya pengembangan ke arah tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.