Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus E-KTP, KPK Diharapkan Fokus Pencucian Uang dan Korupsi Korporasi

Kompas.com - 02/05/2018, 15:44 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyarankan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi korporasi.

Adnan menjelaskan, fakta-fakta persidangan kasus KTP elektronik selama ini memunculkan sejumlah korporasi yang diduga ikut menikmati aliran dana dari korupsi proyek ini.

"Kalau itu tidak diperdalam pengembalian asetnya akan kecil dan itu merugikan," kata Adnan di Kedutaan Besar Inggris, Jakarta, Rabu (2/5/2018).

Menurut Adnan, dampak korupsi KTP elektronik cukup besar bagi negara dan masyarakat.

Efek yang paling terasa, masyarakat kehilangan atau kesulitan akses terhadap kepemilikan KTP. Itu menyebabkan masyarakat terhambat untuk mengurus berbagai administrasi.

Baca juga : Kasus E-KTP Diminta Tak Berhenti di Setya Novanto

"Dan bayangkan orang enggak punya KTP, enggak bisa bikin dan perpanjang macam-macam, enggak bisa," katanya.

Dengan demikian, negara harus menunjukkan ketegasannya dalam menangani kasus ini. Adnan menilai, korupsi e-KTP juga telah menghancurkan upaya negara dalam memperbaiki sektor identitas kependudukan nasional.

Padahal, kata dia, perbaikan di sektor kependudukan, juga bisa memunculkan pencegahan korupsi. Salah satunya, orang-orang tidak bisa lagi memanipulasi identitasnya dalam menyimpan aset mereka.

"Karena kalau semua sudah online dan punya satu identitas mudah dicek. Ini unsur pencegahan korupsi masuk. Tapi malah dikacaukan korupsi (e-KTP) ini," kata Adnan.

Adnan berharap, melalui pengusutan pencucian uang dan korupsi korporasi, KPK bisa mengejar aset-aset kekayaan yang belum terungkap dan menyerahkannya kepada negara.

Sebelumnya Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, keputusan KPK tak ajukan banding atas vonis 15 tahun penjara Setya Novanto, agar bisa fokus pada tahap pengembangan kasus e-KTP.

KPK akan terus mencermati fakta-fakta di lapangan dan melakukan pengembangan perkara ini untuk mencari pelaku lain.

"Karena kami menduga ada pihak-pihak lain, baik sektor politik, swasta, kementerian, birokrasi, dalam proyek KTP elektronik yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun," katanya.

KPK juga mendalami fakta lain terkait ada atau tidaknya pengembangan ke arah tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com