JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Satgas Politik Deputi Bidang Pencegahan KPK Dani Rostandi menilai, proses kaderisasi dan rekrutmen calon anggota oleh partai politik masih bermasalah.
KPK mencatat, dari 2004 hingga Desember 2017, ada 144 kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan anggota DPR dan DPRD.
Selain itu, berdasarkan catatan KPK, ada 89 perkara yang melibatkan kepala daerah.
"Kami melakukan kajian dengan LIPI dan menemukan masalah terkait parpol. Pertama, terkait pendanaan. Lalu, sistem rekrutmen di mana kami tidak menemukan sistem rekrutmen yang ideal," ujar Dani, di Sanggar Prahtivi Building, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Baca juga : Ketua KPK Curhat Sulitnya Cari Ahli yang Pro Pemberantasan Korupsi
Dani mengatakan, hal ini menjadi keprihatinan karena banyaknya wakil rakyat dan kepala daerah yang terlibat dalam kasus korupsi.
Dengan memunculkan kader berintegritas, kredibel, bersih, dan memiliki semangat anti-korupsi, partai politik bisa memenuhi harapan masyarakat.
Dani meminta agar parpol menjauhi praktik transaksional dan menyampingkan popularitas dalam proses kaderisasi dan rekrutmen.
"Tapi dalam fenomena yang berkembang, disandarkan kemampuan finansial seseorang dan popularitas, jarang mengedepankan aspek kemampuan, kapasitas dan kredibilitas," kata Dani.
Baca juga : Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Kalla Nilai Pemberantasan Korupsi Efektif
KPK juga berharap agar publik mencermati rekam jejak calon yang akan dipilihnya. Misalnya, ada mantan narapidana kasus korupsi kembali mencalonkan diri, masyarakat sebaiknya tak memilih yang bersangkutan.
"Narapidana itu kan terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dan seharusnya ini menjadi catatan rekam jejak seseorang untuk dipertimbanhkan masyarakat," ujar Dani.
Harapan KPK ini disampaikan karena merujuk survei Lingkaran Survei Indonesia, 3 dari 10 orang Indonesia masih menganggap korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai hal lumrah.
"Ini jadi gambaran bahwa masyarakat kita pun masih begitu sangat permisif terhadap perilaku korupsi," ujar Dani.